Dalam disertasinya promovenda mengatakan, analisis mendalam terhadap naskah ini menungkapkan bahwa prahara di Manggarai pada masa pemerintahan Abduk Kadim dipicu oleh kompleksitas politik, ekonomi, dan sosial yang melibatkan berbagai pihak, termasuk ketegangan antara Kesultanan Bima dengan kerajaan serta kelompok lokal lainnya, serta interaksi dengan kekuatan eksternal seperti VOC. Dampak prahara ini terhadap konstelasi politik pada masa Sultan Abdul Kadim mencakup perubahan dalam struktur kekuasaan, hubungan diplomatik, dan upaya untuk menjaga stabilitas wilayah di tengah tantangan internal dan eksternal.
“Secara keseluruhan, penelitian ini memberikan kontribusi signifikan dalam memahami sejarah konflik di Manggarai dan dampaknya terhadap konstelasi politik di wilayah tersebut pada abad XVIII,” ujar Dewi Ratna Muchlisa Mandyara.
Promovenda mengemukakan, penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya kesenjangan informasi terkait konflik antara Bima dan Makassar di Manggarai pada abad XVIII, khususnya di wilayah Reo dan Pota.
Catatan sejarah yang ada saat ini hanya menjelaskan terjadinya konflik tanpa mengungkapkan penyebabnya secara rinci.
“Padahal, Bo’ Abdul Kadim, sebuah manuskrip peninggalan Kesultanan Bima yang ditulis dalam bahasa Melayu dan Bima dengan aksara Jawi, berisi informasi penting mengenai sejarah Kerajaan Bima pada abad XVIII, termasuk konflik di Manggarai,” kunci Cucu Sultan Bima ini dalam orasinya. (MDA).