Oleh M. Dahlan Abubakar
SEA Games 1987 merupakan kenangan manis bagi Indonesia karena berhasil meraih medali emas Pesta Olahraga Asia Tenggara tersebut setelah menang 1-0 atas Malaysia di final, 20 September 1987 malam. Gol tunggal kemenangan Indonesia ini dicetak Wibut Waidi pada menit ke-91. Kemenangan ini merupakan “revance” atas kekalahan Indonesia 0-1 atas kesebelasan negeri jiran itu pada kegiatan serupa tahun 1979.
Kalau SEA Games 1987 mengukir kenangan manis bagi Indonesia, tetapi bagi saya dan almarhum Erwin Patandjengi (wartawan Harian Fajar waktu itu) justru merupakan kenangan yang sedikit membuat gamang.
Ceritanya begini. Usai pembukaan SEA Games 1987 pada tanggal 9 September malam tahun itu, mengenakan rompi dari sponsor satu perusahaan film, saya dan Erwin Patandjengi meninggalkan tribun Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK) Senayan Jakarta.
Hari belum terlalu malam. Kami keluar melalui pintu umum, berdesakan dengan penonton yang juga hendak meninggalkan stadion. Di ujung pintu, seorang lelaki kekar berambut cepak tiba-tiba ‘membekuk’ kami berdua.
“Ayo, ikut ke kantor,” katanya tegas.
“Untuk dan ada apa ini?,” Erwin Patandjengi masih sempat bertanya sebelum mengikuti kemauan lelaki itu. Erwin yang memang badannya besar dibandingkan saya yang mungil, layak menanyakan itu.
“Tidak usah tanya-tanya, ikut ke kantor!,” hardiknya, diikuti langkah kami yang terus diawasi oleh pria kekar ini.
Belum jauh berjalan, terlihat sejumlah wartawan mengerumuni seorang lelaki tinggi besar mengenakan seragam Panitia SEA Games.
“Pak Eddie, kenapa kami wartawan ini mau ditangkap?,” Erwin langsung memberi tahu Pak Eddie Marzuki Nalapraya yang ketika itu juga menjabat Wakil Gubernur DKI Jakarta.
“Kenapa ada wartawan mau ditangkap?,” Pak Eddie M.Nalapraya bertanya kepada Erwin dan saya yang ikut bergabung dengan para wartawan.
“Tidak tahu, Bapak ini?,” kata Erwin sembari berusaha menunjuk pria kekar yang menggiring kami berdua beberapa saat sebelumnya.