Pihak kuasa hukum menyebut perbuatan IR berpotensi melanggar Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat, Pasal 372 dan 378 tentang penggelapan dan penipuan. Jika terbukti terdapat kerugian negara, kasus ini bisa diperluas ke ranah tindak pidana korupsi.
Tak berhenti di situ, sorotan juga diarahkan pada manajemen PDAM dan Dewan Pengawas. Rusdin menilai keduanya gagal menjalankan fungsi pengawasan.
“Kalau ini bisa terjadi dalam waktu lama tanpa terdeteksi, ada yang salah secara sistemik,” ujarnya.
Desakan agar Pemerintah Kabupaten Jeneponto turun tangan kian menguat. Tim hukum dari pelapor meminta audit menyeluruh terhadap pengelolaan internal PDAM dan evaluasi terhadap pejabat yang terindikasi membiarkan praktik ini terjadi.
Rusdin bahkan membuka kemungkinan mengajukan gugatan ‘class action’ mewakili pelanggan yang dirugikan.
Menurutnya, langkah hukum ini penting bukan hanya untuk keadilan individu, tapi juga demi menjaga integritas layanan publik.
“Ini bukan semata urusan uang. Ini soal kepercayaan masyarakat terhadap institusi publik. Jangan sampai hukum hanya berlaku keras untuk yang lemah, tapi lembek untuk mereka yang punya jabatan,” ujarnya.
Kasus PDAM Jeneponto menjadi potret bagaimana celah pengawasan bisa berujung pada kerugian massal. Di tengah tuntutan atas pelayanan air bersih yang adil dan transparan, publik menanti penyelesaian hukum yang tuntas, bukan hanya menyasar pelaku teknis, tapi juga mereka yang seharusnya mencegah semua ini sejak awal, Rusdin Rasyid, S.H, kuasa hukum korban Agus Tunru menegaskan. (Nuryadin/Haidar)