Putusan MK Pisahkan Pemilu Nasional dan Daerah, Dinilai Tidak Konsisten terhadap Penafsiran Konstitusi

Tanggal:

Follow Pedomanrakyat.co.id untuk mendapatkan informasi terkini.

Klik WhatsApp Channel  |  Google News

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR – Mahkamah Konstitusi (MK) membacakan Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 pada Kamis (26/6/2025), yang menyatakan bahwa mulai tahun 2029, penyelenggaraan pemilu akan dibagi menjadi dua tahap, yakni Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah. Pemilu Nasional mencakup pemilihan anggota DPR, anggota DPD, serta Presiden dan Wakil Presiden. Sementara itu, Pemilu Daerah meliputi pemilihan anggota DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, serta Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.

Putusan ini merupakan hasil pengujian terhadap Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, serta Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah. Mahkamah menyatakan bahwa pemungutan suara nasional dan daerah ke depan harus dilakukan dalam dua tahap, dengan jeda minimal dua tahun dan maksimal dua tahun enam bulan.

Menanggapi hal ini, Praktisi Hukum Lusin Tammu, SH, MH kepada media ini Minggu (29/6/2025) menyatakan, putusan MK tersebut justru menimbulkan inkonsistensi dalam penafsiran konstitusi. Menurutnya, jika mengacu pada Pasal 22E ayat (2) UUD 1945, disebutkan bahwa Pemilu diselenggarakan untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, serta DPRD. Sedangkan pemilihan kepala daerah (Pilkada) diatur tersendiri dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa Gubernur, Bupati, dan Wali Kota dipilih secara demokratis.

“Dari prinsip konstitusi, Pilkada bukan bagian dari rezim Pemilu, karena diatur oleh undang-undang tersendiri. Maka seharusnya Mahkamah konsisten dalam menafsirkan Pasal 22E UUD 1945,” tegas Lusin.

Ia mengingatkan bahwa skema pemilu serentak dengan lima kotak suara yang selama ini berlaku lahir dari Putusan MK Nomor 14/PUU-XI/2013. Putusan itu menyatakan pemisahan antara pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dengan pemilihan legislatif bertentangan dengan konstitusi. Oleh karena itu, skema pemilu serentak nasional diberlakukan untuk memastikan prinsip efisiensi dan integrasi pemilu.

1
2TAMPILKAN SEMUA
Baca juga :  Pengurus Pesantren Nurul Jibal Temui Bupati ASA, Ini Tujuannya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Artikel Terkait

Tim Penyusun Raperda Pemajuan Kebudayaan Sulsel Paparkan Draf Awal, Budaya Maritim Jadi Sorotan

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR --Tim penyusun Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pemajuan Kebudayaan Sulawesi Selatan menggelar ekspose draf awal di Ruang...

Dua Satker LAN Bersinergi Sambut HUT Ke-68

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR - Menjelang perayaan Hari Ulang Tahun ke-68 Lembaga Administrasi Negara (LAN) Republik Indonesia, dua Satker di...

Libur Sekolah Diisi Khitan Gratis, Kolaborasi Masjid Nur Ida Royani dan Lem Nusantara

PEDOMANRAKYAT, WAJO - Sebanyak 30 anak mengikuti program sunat modern gratis yang digelar oleh Masjid Nur Ida Royani...

Proyek Miliaran di Wajo, Minim Pengawasan Konsultan Terkesan Menghindar

PEDOMANRAKYAT, WAJO - Proyek rehabilitasi rumah jabatan Bupati Wajo kembali menjadi sorotan publik. Pasalnya, pihak konsultan pengawas yang...