Pemerintah Sulawesi Selatan dan Dinas Kebudayaan pernah mengusulkan Leang-Leang itu sebagai warisan alam, keunikan biosfirnya dan geologi. Tetapi belakangan kita melihat lukisan purbanya tertua di dunia, sehingga kita mengubah menjadi campuran alam gua dan budayanya juga sangat penting (sangat tertua).
Namun ada juga masukan dari itu dijadikan “landscape culture” dunia, nilai-nilai budayanya tinggi, tetapi “landscape” atau alamnya tidak penting. Kita harus melihat alamnya harus memenuhi. Kriteria “culture” yang sangat penting, kemudian nanti kriteria alamnya disesuaikan. “Ini narasi di Maros-Pangkep antara ‘budaya’ dan alam,” kata Ismunandar.
Kalau kita sangat serius untuk menominasikan Maros-Pangkep, lulusan Ph.D University of Sydney (1998) mengatakan, pendekatan kita disarankan “landscape culture”, berikutnya kita harus menyiapkan nominasi dan ini merupakan pekerjaan besar. Oleh sebab itu disarankan, siapa yang menjadi pengusul atau pimpinan dari usaha ini. Kementerian Kebudayaan akan mendukung, tetapi harus dari “stakeholders” dulu di tingkat lokal. Komunitas atau ekosistem lokal harus berperan besar karena penjaga utama warisan itu adalah ada di daerah.
Kedua, segera buat tim nominasi dan “steering committee”-nya, yakni yang menyaksikan dokumennya. Juga “project manager” yang akan melibatkan banyak sekali pekerjaan.
“Mungkin bisa belajar adalah tim nominasi yang baru saja menyelesaikan pekerjaannya, Yogyakarta, bekerja dari tahun 2020, selesai 2023, waktu Covid-19, mereka sudah bekerja,” kata Duta Besar Republik Indonesia untuk UNESCO tersebut.
Juga diperlukan “expert” dari luar untuk menilai dan melihat dari “helicopter view” (analisis komprehensif dan menyeluruh). Pekerjaan ini sangat penting dan memerlukan stamina karena akan banyak. “Site” itu harus unik, dan kalau bisa satu-satunya di dunia. Apa yang unik dari Leang-Leang Maros Pangkep Area? Misalnya, lukisan dan cadas tertua. Kemudian bisa dilakukan studi-studi komparasi yang mirip yang sudah terdapat di UNESCO. Jadi sifatnya mirip atau beberapa kriteria yang mirip yang dapat dijadikan bahan pembanding.
Perihal “Outstanding Universal Values” itu memiliki tiga komponen penting. Ketiga-tiganya harus ada. Kalau “WHS” harus memiliki enam kriteria, tetapi boleh hanya salah satu di antaranya dipenuhi. Namun semakin banyak kian rumit juga. Yang berikutnya adalah ‘integrity”, yakni daerah yang diusulkan itu adalah keseluruhan dari apa yang ingin diceritakan. Seperti Borobudur, tidak hanya candi itu saja, tetapi juga ada candi lain, Prambanan dan Mendut.
“Kalau di Maros ada gua Karampuang, dan sebagainya dan sudah teridentifikasi ada sekitar 200 lebih lukisan purba, dan katanya ada 702 itu menjadi satu sistem yang terintegrasi menjadi satu kesatuan dan harus ditentukan,” kata Ismunandar.
Kemudian harus otentik. Bisa lukisan yang 51.000 tahun itu memang sama dengan yang dilukis. Jangan sampai rusak, terjatuh, dan jangan sampai ada petani yang membakar di dekat situ, asapnya melekat pada lukisan yang membuatnya menjadi gelap.
Yang lain bagaimana kita menenej supaya kalau misalnya ada lukisan gua sekarang ini agar bisa dilihat dengan baik, kalau bisa sampai hari kiamat tetap dapat dilihat dengan baik.
“Tentu itu mustahil. Namun sedekat mungkin bagaimana memelihara dan mengonservasi sebaik-baiknya,” kata Ismunandar.
Pada hari terakhir konferensi Sabtu (5/7/2025) sesi pertama tampil Menteri Pertanian Dr. Ir. Andi Amran Sulaiman, MP, dipandu Prof. Dr. Ir. Yusran Yusuf, M.Si, IPU. Panel 3 menampilkan Prof. Dr. R. Cecep Eka Permana (UI), Dr. M. Irfan Mahmud, SS, M.Si (BRIN), dan Prof. Dr. Ir. Halimah Larekeng (Unhas) dipandu Dr. Supriadi, SS, MA. Panel 4, Adhi Agus Oktaviana, Ph.D (BRIN), Dr. Hasanuddin, M.Hum (BRIN), dan Dr. Muhammad Nur, MA (Unhas) dipandu Drs. Muhammad Ramli.
Panel 5, Prof. Dr. Eng Adi Maulana ST, M.Phil (Unhas), Dedy Irfan Bachri, ST (General Manager UNESCO Global Geopark), dan Achmad Mahendra N.Tr.A.P (Direktorat Jenderal Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan Kebudayaan Kementerian Kebudayaan RI) dipandu Lory Hendra Jaya, S.I.Kom.
Sesi presentasi terakhir disampaikan Prof. Dr. Ismunandar (Staf Ahli Menteri Kebudayaan RI) dengan topik “Leang-Leang Goes to World Heritage”. (mda)