“Gelar perkara itu seharusnya jadi forum yang transparan dan objektif. Tapi yang saya alami sebaliknya. Keterangan saya diabaikan, bukti tidak dibuka, pelaku seolah dilindungi,” jelasnya.
Lebih lanjut, Budiman menyampaikan bahwa kuasa hukumnya dari Kantor Hukum Padeng dan Singmangkulangit telah mengajukan permohonan gelar perkara lanjutan ke Polda Sulsel sejak 9 Juni 2025. Namun hingga saat ini, belum ada tanggapan resmi dari pihak kepolisian.
“Saya bingung, apakah negara ini masih negara hukum atau justru negara diam? Permohonan resmi kami tidak direspons, padahal ini menyangkut hak kepemilikan yang sah dan perlindungan hukum terhadap warga negara,” katanya.
Ia juga menyoroti potensi rusaknya kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum jika kasus seperti ini dibiarkan tanpa kejelasan. Menurutnya, jika penyidik tidak profesional dan terkesan berpihak, maka rasa keadilan tidak akan pernah tercapai.
“Saya minta Kapolres Maros, Kapolda Sulsel, hingga Kompolnas turun tangan. Lakukan evaluasi terhadap penyidik yang menangani kasus ini. Gelar perkara harus dilakukan ulang, terbuka, dan melibatkan kami sebagai korban,” tegas Budiman.
Di akhir pernyataannya, Budiman menyerukan pentingnya perlindungan hukum bagi masyarakat kecil yang kerap menjadi korban mafia tanah dan ketidakadilan proses hukum.
“Kalau hukum hanya berpihak pada yang kuat, maka jangan salahkan rakyat bila akhirnya tidak lagi percaya pada keadilan. Saya hanya minta satu hal: tegakkan hukum seadil-adilnya,” pungkasnya.
Hingga berita ini diturunkan belum ada keterangan dari pihak terkait. (*)