Catatan Wartawan :(1) Ada Usul Menculik Westerling

Tanggal:

Follow Pedomanrakyat.co.id untuk mendapatkan informasi terkini.

Klik WhatsApp Channel  |  Google News

Tulisan hasil liputan Panda Nababan mengunjungi Pulau Buru awal Desember 1978 berupa hasil wawancara dengan Pramudya Ananta Toer yang dimuat 18 Desember 1978, ternyata menarik perhatian Pemerintah Belanda memberikan beasiswa kepadanya untuk memperdalam ilmu jurnalistik di ‘Nieuwe Rotterdamsche Courant’ (NRC) Handelsblad, salah satu harian pagi terkenal di negeri kincir angin. Media yang pertama kali terbit 1 Oktober 1970 ini setelah merger dengan “Amsterdam Newspaper, Algemeen Handelsblad” yang sudah lebih dulu terbit tahun 1844. berbahasa Belanda dengan sirkulasi (2017) sebanyak 202.097. Pada 7 Maret 2011, format koran ini berubah dari ‘broadsheet’ ke tabloid dengan sirkulasi pada tahun 2014 sebanyak 188.500 eksemplar yang menempatkan media ini pada urutan keempat surat kabar harian nasional.
Di Negeri Belanda, Panda Nababan tidak saja sibuk menuntut ilmu dan pengalaman, tetapi juga terus mengirim tulisan ke redaksi “Sinar Harapan” Jakarta. Salah satu artikelnya berjudul “Westerling Merasa Dihianati Pemerintah Belanda” yang dimuat pada tanggal 25 November 1979, hasil wawancaranya dengan Raymond Paul Pierre Westerling, tokoh yang paling dimusuhi dan dimurkai rakyat Sulawesi Selatan khususnya dan Indonesia pada umumnya.
Panda Nababan menemui Westerling di kediamannya di Amsterdam ketika dia berusia 60 tahun. Untuk menyambung hidupnya, dia menjual buku-buku baru dan bekas. Dia juga memiliki percetakan kecil dengan mesin ‘handpress’ (cetak tangan). Dia tinggal istri ketiganya dan seorang yang saat itu berusia belasan tahun.
Sebelum berlangsung wawancara selama 2 jam lebih dalam bahasa Inggris, pertanyaan pertama justru muncul dari Westerling, bukan diluncurkan Panda Nababan.
“Kamu dari suku Jawa atau tidak? Saya tidak suka bicara sama orang Jawa. Kalau kamu orang Jawa, saya tidak mau interviu,” katanya dengan tegas.
“Lo, kenapa begitu?,” Panda Nababan balik bertanya.
“Saya benci Soekarno. Dia orang Jawa,” katanya, yang mengidentifikasikan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan Soekarno. Westerling justru mendukung Negara Federal Pasundan dan Negara Indonesia Timur yang dijegal Soekarno.
“Sebenarnya saya punya banyak kesempatan membunuh Soekarno. Tetapi saya tidak mau membunuhnya. Nanti dia menjadi martir,” imbuh penjagal kelahiran Turki 31 Agustus 1919 tersebut.
Perihal kemarahannya kepada Pemerintah Belanda, Westerling juga berdalih.
“Saat itu saya merasa dikhianati pemerintah Belanda yang menjadi politikus-politikus itu. Kita disuruh bertempur, mereka diam-diam berunding di Linggarjati dan Renville. Itu kan penghianatan terhadap gerakan militer,” katanya dengan geram.
Perundingan di Linggarjadi di Kabupaten Kuningan, dekat Cirebon sekarang, berlangsung 15 November 1946 yang berisi Belanda mengakui kekuasaan de facto Republik Indonesia atas Jawa, Madura, dan Sumatra. Pihak Indonesia diwakili Soekarno dan Mohammad Hatta, sementara pihak Belanda ada Willem Schermerhorn, dan Lord Killearn.
Sebelum pertemuan di Linggarjati ini, Juli 1946, Pelaksana Tugas Gubernur Jenderal Hindia Belanda Hubertus van Mook menggelar konferensi di Malino, Sulawesi Selatan yang dihadiri perwakilan dari Kalimantan dan Indonesia bagian timur yang mendukung usulan membentuk negara federal Indonesia Serikat yang memiliki hubungan dengan Belanda.
Hasil Konferensi Malino di antaranya, mendukung hasil Perjanjian Linggarjadi soal kekuasaan de facto RI. Belanda meninggalkan wilayah RI paling lambat 1 Januari 1949. Belanda dan RI sepakat membentuk Republik Indonesia Serikat (RIS). Dalam bentuk RIS, Indonesia harus tergabung dalam Persemakmuran Indonesia-Belanda dengan mahkota negeri Belanda sebagai kepala uni. Perjanjian ini gagal terlaksana, Van Mook 20 Juli 1947 menyatakan Belanda tidak terikat lagi dengan perjanjian ini. Keesokan hari, 21 Juli 1947, Agresi Militer Belanda I pun pecah.
Gara-gara perjanjian Linggarjati itu gagal, 19 Desember 1947 difasilitasi Dewan Keamanan Persatuan Bangsa-Bangsa (DK PBB) dan Amerika Serikat, Australia, dan Belgia dilaksanakan konferensi di atas kapal Amerika Serikat USS Renville yang berlabuh di Teluk Jakarta dengan Perjanjian Renville. Delegasi Indonesia dipimpin Perdana Menteri Amir Sjarifuddin, wakil Mr. Ali Sastroamidjojo, dan Agus Salim, anggota: Dr.J.Leimena, Mr. Latuharhary, Kolonel TB Simatupang. Delegasi Belanda dipimpin Raden Abdulkadir Widjojoatmodjo selaku Direktur Jenderal Urusan Umum Negosiasi Kerajaan Belanda dengan Republik Indonesia.
Perjanjian yang ditandatangani 17 Januari 1948 berisi mengakui gencatan senjata di sepanjang garis status quo yang kemudian dikenal dengan ‘Garis van Mook”. Isi perjanjian, Belanda hanya mengakui Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sumatra sebagai bagian wilayah RI. Disetujui sebuah garis demarkasi (Garis van Mook) yang memisahkan Indonesia dan daerah pendudukan Belanda. TNI harus ditarik mundur dari daerah -daerah kantongnya di wilayah pendudukan di Jawa Barat dan Jawa Timur.Dampak dari kegagalan perjanjian ini adalh terjadinya Pemberontakan PKI di Madiun 18 September 1948 justru konflik antara Indonesia-Belanda masih terjadi. Tidak lama kemudian terjadi pemberontakan Sekarmadji Maridjan Kartosoerwirjo tahun 1949 dan berakhir 1962 yang ingin mendirikan Negara Islam Indonesia (NII).
Panda Nababan menulis, sepanjang wawancara tidak terlihat wajah penyesalan Westerling atas kebiadabannya di Indonesia. Dia juga membantah membunuh 40 ribu jiwa di Sulawesi Selatan dan hanya mengakui sekitar tiga sampai empat ribu orang pada saat operasi militer selama belasan minggu itu. Itu pun diakuinya, tidak semua tidak bersumber dari peluru yang dia muntahkanm tapi dari prajurit-prajurit Belanda lain.
Saat itu, tulis Panda Nababan, ada yang mengusulkan kepada Duta Besar RI di Belanda Soepono Bayuaji dan atas militernya, seorang kolonel Angkatan Laut, memprakarsai penculikan Westerling. Rencana ini bertepatan pula kala itu ramai tentang kisah sukses satuan intelijen Israel, Mossad, yang berhasil menculik penjahat perang Jerman, Karl Adolf Eichman dalam persembunyiannya di Argentina.
Dalam buku tentang Mossad yang saya baca, Eichman ini bersembunyi di Argentina menggunakan “laisser-passer” (sejenis paspor) yang didapatkan secara curang dikeluarkan oleh Palang Merah Internasional. Dalam penantian, pengamatan, dan penguntitan yang memakan waktu lama. Ayah enam anak ini ditangkap oleh Mossad saat berkendara di salah satu jalan kota Buenos Aires, Argentina, Mei 1960.
Tubuh Eichman kemudian diinjeksi dengan obat bius lalu dimasukkan ke peti mati. Petugas bandara Buenos Aires meloloskan peti mati tanpa pemeriksaan apa-apa, saat sebuah mobil van kecil menuju ke sebuah pesawat El Al, perusahaan penerbangan Israel yang sudah menunggu.
Tiba di Israel, Adolf Eichman diinterogasi yang menghabiskan 275 jam atau 13,458 hari yang setelah ditranskripsi menghasilkan 3.564 halaman. Dia menjalani 15 kali sidang pengadilan Israel yang berlangsung mulai 11 April s.d. 15 Desember 1961. Pengadilan Israel memvonis hukuman mati terhadap serdadu Nazi Jerman ini.
Setelah upaya bandingnya gagal, tengah malam 31 Mei 1962, Eichman menarik napas terakhir di tiang gantungan di sebuah tempat bernama Ramla, Israel, dalam usia 56 tahun. Jenazahnya dikremasi dan abunya ditaburkan di sebuah titik di Laut Tengah, di luar perairan teritorial negara zionis itu.

1
2
TAMPILKAN SEMUA
Baca juga :  42 Pejabat Pemkab Sidrap Dimutasi, Bupati Dollah Mando Berharap Ada Pembaharuan dan Berkreasi

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Artikel Terkait

Meriah, Perayaan HUT Kemerdekaan RI ke-80 di Kompleks Anggrek Kelurahan Tombolo Kabupaten Gowa

PEDOMANRAKYAT, GOWA - Suasana peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) ke-80 sangat terasa di Kompleks...

Kupoji dan Perlawanan Petani Sidrap terhadap Pupuk Kimia

PEDOMANRAKYAT, SIDRAP - Malam itu, Sabtu 16 Agustus 2025, halaman rumah panggung milik Haji Zulkifli, anggota DPRD Sulawesi...

Diklat Paskibraka Resmi Ditutup, Ini Pesan Kepala Badan Kesbangpol Sinjai

PEDOMANRAKYAT, SINJAI -- Setelah sukses menaikkan dan menurunkan Bendera pada Upacara Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-80, Kepala Badan...

Momen Perayaan HUT Kemerdekaan RI ke-80, SD Negeri Parinring Hadirkan Pendongeng Edukasi Stop Bullying

PEDOMAN RAKYAT - MAKASSAR. SD Negeri Parinring memanfaatkan momen perayaan HUT Kemerdekaan RI ke-80 untuk mengedukasi murid-muridnya tentang...