“Ibu Luthfia, jangan percaya dengan apa yang dikatakan Prof. Tasmin. Itu gombal,” kata Prof. Hamdan Juhanis disambut tertawa khalayak yang hadir.
Kalau Prof. Abdullah lain pula komentar Prof. Hamdan Juhanis.
“Kalau ada orang yang menangis sambil tertawa, itulah Prof. Abdullah. Menangis dan tertawa itu tanda bahagia,” sambung Rektor UIN Alauddin.
Lantas bagaimana dengan Prof. Darmawati. Dalam komentarnya, Prof. Hamdan Juhanis mengoreksi kalimat sang Guru Besar yang menyebutkan, “Kepada suamiku tersayang dan tercinta Bahrum (almarhum) yang telah sabar mendampingi dan membersama saya selama 26 tahun 5 bulan, pada hari kebahagiaan ini tidak sempat menyaksikan hari pengukuhan, namun saya yakin ruhnya hadir di tengah-tengah kita..”. Ternyata Prof. Hamdan mengutip ketidakhadirannya secara fisik, padahal aura dan ruhnya hadir.
Lantas Prof. Darmawati menjelaskan saat bertandang ke rumah saya itu, teman-temannya mengatakan bahwa Profesor Darmawati tidak tampak dan terdengar terharu dan sedih ketika menyampaikan ucapan terima kepada orang tuanya, Hanafi (almarhum) dan Hj. Senabau (almarhumah) serta suami tercinta Bahrum (almarhum). Padahal, sekuat apa pun mental seorang guru besar yang membacakan orasi penerimaan jabatannya, jika sampai pada kalimat ucapan terima kepada orang-orang tersayang yang sudah tiada, pastilah akan terisak. Mereka akan berhenti sejenak berorasi di atas podium dan berusaha mengembalikan perasaannya. Namun itu tidak berlaku bagi Prof. Darmawati. Padahal, beliau adalah seorang perempuan yang tentu saja seharusanya sangat sensitif dengan kalimat-kalimat seperti itu. Lantas apa dalih Prof. Darmawati.
Kepada teman-temannya yang menyampaikan komentar itu, Prof. Darmawati berkata begini. “Air mataku sudah habis saat mengulang-ulang membaca naskah orasi sebelum tiba saat pengukuhan,” ungkap Prof. Darmawati yang terdengar berkelakar membuat kami, Prof. Abdullah, saya, dan istri tertawa.
Dalam kunjungan itu, Prof. Darmawati membawakan souvenir buat istri saya. Mungkin sebagai ucapan terima kasih atas kehadiran saya dalam orasi itu bersama istri dan publikasi yang dilakukan. Sebagai balasannya, saya juga menyerahkan tiga buku yang saya tulis,” A. Amiruddin Nakhoda dari Timur” (edisi revisi, 2024),” Hamdan Zoelva, Kokoh di Pilar Konstitusi” (2024), dan “Lorong Waktu” (2021) autobiografi saya. Buku dengan judul yang sama juga saya minta tolong dan titip pada Prof. Abdullah agar diteruskan kepada Prof.Hamdan Juhanis yang ketika saya bertandang ke kantornya, 25 Agustus 2025, usai mengikuti ujian promosi Dr.Aksa, S.Pd.,M.Pd. sedang mengikuti kegiatan di luar kantor.
Terima kasih kepada Prof. Darmawati dan Prof. Abdullah yang sudah menyambangi kediaman kami di saat — kebetulan — kegiatan perkuliahan di Unhas dilaksanakan secara daring akibat situasi terkini tanah air yang sedang “tidak baik-baik saja” ini. Dan, mengisahkan “news behind the news” sesuatu di baik acara pengukuhan silam itu. (*).