Pendidikan kesehatan tidak hanya dituntut menghasilkan lulusan yang kompeten secara teknis, tetapi juga mampu beradaptasi dengan kebijakan baru tenaga kesehatan yang mengedepankan aspek digitalisasi, efisiensi layanan, serta kualitas standar global.
“Pemanfaatan teknologi digital dalam pendidikan vokasi kesehatan menjadi langkah strategis. Mulai dari penggunaan Learning Management System (LMS) untuk proses pembelajaran, penerapan simulasi laboratorium berbasis digital, pemanfaatan teknologi virtual reality dalam praktik klinik, hingga integrasi big data untuk mendukung penelitian dan kebijakan kesehatan,” ungkapnya.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa transformasi digital juga menuntut kesiapan tenaga pendidik. Para dosen dan instruktur vokasi harus mampu menguasai teknologi digital agar proses transfer ilmu kepada mahasiswa berjalan efektif.
Selain itu, dibutuhkan dukungan kebijakan dan infrastruktur, seperti jaringan internet yang stabil, perangkat teknologi memadai, serta regulasi yang mendukung inovasi pembelajaran.
Kuliah umum ini juga membuka ruang diskusi yang hangat. Para peserta menyampaikan pertanyaan seputar kesiapan institusi menghadapi kebijakan tenaga kesehatan terbaru, terutama terkait akreditasi, sertifikasi digital, dan kurikulum berbasis kompetensi digital.
Narasumber memberi penekanan bahwa sinergi antara pemerintah, lembaga pendidikan, dan dunia kerja sangat diperlukan agar transformasi digital dapat berjalan efektif. Kegiatan kuliah umum ini diakhiri dengan penyerahan cenderamata kepada narasumber dan foto bersama dengan narasumber, dosen, dan seluruh peserta.
Antusiasme yang tinggi dari mahasiswa menjadi bukti bahwa transformasi digital dalam pendidikan vokasi merupakan kebutuhan nyata dan mendesak.
Melalui kegiatan ini, diharapkan tercipta tenaga kesehatan yang profesional, adaptif, dan siap menghadapi dinamika kebijakan di era digitalisasi.***