“Dari lima indikator, pemahaman kognitif, reaksi emosional, penilaian kritis, keterlibatan (engagement), dan tindakan (action), dalam penelitian ini berhasil ditemukan empat indikator utama yang dominan muncul dalam tanggapan responden, kecuali indikator keterlibatan yang tidak tampak secara jelas dalam hasil angket,” ujar Indri.
Mayoritas responden menunjukkan pemahaman yang baik terhadap istilah asing yang digunakan dalam konten pemasaran, Mereka menganggap istilah tersebut mampu menciptakan kesan menarik, profesional, dan relevan dengan tren global. Secara emosional, penggunaan istilah asing dianggap mampu membangkitkan daya tarik terhadap iklan produk. Dari sisi penilaian kritis, sebagian besar responden menilai istilah asing lebih efektif dibandingkan istilah dalam bahasa Indonesia. Meskipun ada sebagian kecil yang tidak sependapat.
“Dalam hal tindakan, banyak responden yang menyatakan, keberadaan istilah asing mendorong mereka mencari tahu lebih dalam hingga memengaruhi keputusan pembelian,” kata Indri Fajar Parennui.
Dia mengatakan, meskipun demikian penggunaan istilah asing tidak secara mutlak menentukan kredibilitas atau profesionalitas suatu merek. Beberapa responden menunjukkan, kualitas produk dan konsistensi layanan tetap menjadi faktor utama dalam membangun kepercayaan konsumen.
“Oleh karena itu, meskipun penggunaan istilah asing dapat menjadi strategi efektif dalam menarik perhatian audiens, “copywriting” dan pelaku pemasaran perlu menyeimbangkannya dengan konten yang bermakna, mudah dipahami, dan tetap memperhatikan identitas bahasa sendiri agar proses komunikasi berjalan optimal dan keberhasilan pemasaran tercapai,” kunci Indri Fajar Parennui. (mda).