Hasilnya terlihat nyata, stok beras tertinggi, tidak ada impor beras medium, NTP petani naik ke 124,36, PDB pertanian meningkat, dan FAO memprediksi produksi beras Indonesia naik hingga 33,1 juta ton pada November.
Mentan Amran mengakui, membela petani bukan hal mudah karena ada perlawanan dari mafia impor. Namun kini posisi Indonesia justru diburu negara lain untuk ekspor pangan.
“Tahun lalu kita impor 7 juta ton, sekarang negara lain ingin impor dari Indonesia,” katanya optimistis.
Pemerintah juga menaikkan HPP gabah menjadi Rp 6.500/kg dan jagung Rp 5.500/kg, meningkatkan pendapatan petani hingga Rp 113 triliun. Biaya produksi ditekan dengan teknologi dan alat pertanian yang nilainya mencapai hampir Rp 10 triliun.
Selain itu, Indonesia mulai memberi kontribusi global, seperti pengiriman bantuan 10.000 ton beras ke Palestina.
“Kami juga siapkan solusi permanen dengan pengembangan lahan hortikultura di Kalimantan Utara untuk mendukung Palestina,” jelasnya.
Ia menutup dengan optimisme, bahwa Indonesia menuju negara emas melalui pertanian. Dirinya terus berkomitmen untuk meningkatkan produksi pertanian sekaligus kesejahteraan para pelaku di dalamnya.
“Kedepan, fokus kita ada enam komoditas unggulan—kakao, kelapa, kopi, mente, pala, dan sawit—dengan nilai investasi Rp371,6 triliun dan serapan tenaga kerja 8,6 juta orang,” pungkasnya. (*)