“Di sini penonton filmnya banyak dan semangatnya luar biasa. Selain itu, makanannya enak-enak, saya suka banget mie Titi,” katanya sambil tersenyum.
Dalam dua hari kunjungan, rombongan Jangan Panggil Mama Kafir menyapa penggemar di Mall Nipah dan Mall Panakkukang.
Di setiap lokasi, mereka mengulang pesan utama film ini yaitu, cinta tidak harus tunduk pada perbedaan keyakinan, tapi mampu tumbuh dengan saling menghargai.
“Film ini ingin menunjukkan, perbedaan bukan halangan untuk saling mencintai. Cinta adalah cinta, tak peduli apa pun keyakinannya,” ujar Michelle.
Sementara itu, Giorgino Abraham mengaku mendapat tantangan besar saat berperan sebagai Fafat, seorang pemuda muslim yang taat, meski dirinya non muslim di dunia nyata.
“Saya banyak belajar tentang Islam dari teman-teman kru dan sutradara. Ternyata indah sekali ajarannya,” katanya.
Ia menuturkan, karakter Fafat lahir dari keluarga religius, ayah, ibu, dan adik-adiknya hidup dalam lingkungan yang hangat namun tegas dalam prinsip.
“Keluarga Fafat digambarkan sangat toleran. Mereka menunjukkan, iman bukan alasan untuk memutus cinta kasih,” ujar Giorgino, yang akrab disapa Gio.
Menurut Gio, pesan film ini sederhana tapi kuat, yaitu perbedaan adalah anugerah. “Bukan cuma soal agama, tapi juga suku dan ras. Kita tidak boleh terpecah hanya karena itu. NKRI harga mati,” katanya tegas.
Dengan kemasan drama yang emosional dan naskah yang menyentuh, imbuh Gio, Jangan Panggil Mama Kafir tampak berupaya melangkah lebih jauh dari sekadar tontonan.
“Ia menjadi ruang refleksi tentang arti kasih, iman, dan toleransi di tengah masyarakat yang beragam,” Giorgino Abraham, menandaskan. (Hdr)

