“Saya selalu tekankan kepada anggota, senjata digunakan hanya dalam keadaan terdesak ketika nyawa benar-benar terancam. Tidak ada niat untuk melukai, apalagi mematikan. Kalau pun ada peluru yang mengenai bagian lain, itu murni spontanitas di situasi cepat. Ini menjadi evaluasi bagi kami ke depan,” terang Ardiansyah.
BNN Sulsel, lanjutnya, selalu menjunjung asas praduga tak bersalah dan memperlakukan setiap tersangka secara manusiawi. Meski berstatus tahanan, para pelaku tetap memiliki hak-hak dasar yang dijaga oleh petugas.
“Kami menjunjung hak asasi manusia. Siapa pun yang kami tangkap tetap akan diperlakukan dengan baik. Tugas kami bukan hanya menangkap, tapi juga memastikan proses hukum berjalan adil,” tegasnya.
Terkait tudingan arogansi yang sempat diarahkan kepada BNN, Ardiansyah menyebut hal itu terjadi karena sebagian pihak belum memahami kronologis penindakan secara utuh. Ia pun menyampaikan permohonan maaf apabila klarifikasi dari pihaknya sempat terlambat disampaikan kepada media.
“Kasus narkotika tidak bisa langsung dibuka ke publik karena masih dalam proses pengembangan. Jika terlalu cepat diekspos, justru bisa menghambat pengungkapan jaringan yang lebih besar,” ujarnya.
Menurutnya, pemberantasan narkotika bukan hanya sebatas penindakan, namun juga meliputi pencegahan, rehabilitasi, dan pemberdayaan masyarakat. BNN Sulsel, kata dia, terus berupaya menjadikan provinsi ini sebagai wilayah bersinar bersih dari narkoba.
Di akhir penjelasannya, Kombes Pol Ardiansyah menegaskan bahwa pihaknya akan terus berkomitmen menjalankan amanah pimpinan BNN RI dan BNN Provinsi untuk memberantas narkoba dari hulu ke hilir.
“Kami akan terus berkolaborasi dengan semua pihak. Tugas kami bukan hanya menangkap pelaku, tapi juga menyelamatkan generasi bangsa dari bahaya narkoba. Kami ingin Sulawesi Selatan benar-benar bersinar bersih dari narkoba,” tutupnya. (And)