Ishak Hamzah Tantang Polri Evaluasi Sanksi terhadap Aiptu Marzuki: Ini Soal HAM Berat, Bukan Etik Biasa

Tanggal:

Follow Pedomanrakyat.co.id untuk mendapatkan informasi terkini.

Klik WhatsApp Channel  |  Google News

Berdasarkan hasil pemeriksaan, pelanggaran bermula saat Aiptu Marzuki menangani laporan polisi nomor 887/IX/2021/Polsek Tamalate tertanggal 9 September 2021, yang diajukan oleh Ishak Hamzah terkait dugaan tindak pidana pencurian dan perusakan.

Namun, dalam proses penyelidikan yang berlangsung sejak 10 September 2021, Aiptu Marzuki dinilai tidak melaksanakan penyelidikan secara maksimal. Ia juga disebut tidak memberikan laporan perkembangan hasil penyelidikan (SP2HP) kepada pelapor sejak tahun 2022 hingga 2025, serta tidak melakukan pemanggilan saksi dan pihak terkait secara efektif.

Ishak menduga kuat bahwa kasus yang menimpanya tidak berdiri sendiri. Ia menuding adanya kerja sama sistematis antara oknum penegak hukum dan pihak-pihak yang berkepentingan di bidang pertanahan, yang disebutnya sebagai sindikat korporasi mafia hukum. Menurutnya, sindikat ini beroperasi dengan pola yang rapi, memanfaatkan kekuasaan aparat untuk menekan warga, memanipulasi dokumen hukum, dan menguasai lahan yang sedang bersengketa.

“Saya melihat ini bukan sekadar masalah salah tangkap atau salah prosedur. Ada sistem yang bekerja, ada jaringan yang bermain. Mereka memakai seragam hukum untuk menindas masyarakat kecil. Ini sindikat korporasi mafia hukum yang beroperasi dengan dukungan oknum aparat,” ujar lelaki berambut putih itu.

Ishak juga menilai bahwa fenomena ini bukan hal baru di Sulawesi Selatan. Banyak kasus serupa yang berujung pada kriminalisasi terhadap warga yang mempertahankan hak tanahnya. Namun, sebagian besar tidak pernah diusut tuntas karena kuatnya pengaruh dan koneksi dari para pelaku di dalam institusi penegak hukum.

Dalam kesempatan itu, Ishak turut menyinggung konsep Presisi Polri (Prediktif, Responsibilitas, Transparansi Berkeadilan) yang digaungkan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Ia menilai, semangat Presisi hanya menjadi jargon tanpa makna ketika di lapangan masih banyak oknum yang menyalahgunakan kewenangan dan melanggar hukum.

Baca juga :  Target Tercapai, PSM Hanya Butuh 2 Poin Lagi Untuk Meraih Juara

“Presisi seharusnya bukan slogan kosong. Tapi kenyataannya, justru banyak oknum di lapangan yang menjadikan hukum sebagai alat menindas. Kalau Presisi benar-benar diterapkan, seharusnya orang seperti saya tidak diperlakukan seperti penjahat,” ujarnya dengan nada getir.

Ishak berharap Kapolri dan Propam Mabes Polri turun tangan untuk menelusuri dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh oknum di bawah naungan Polda Sulsel. Ia juga meminta agar Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) serta Komnas HAM ikut mengawasi kasus ini demi menjamin keadilan bagi korban kriminalisasi hukum.

Setelah memenangkan praperadilan, Ishak berencana menempuh langkah hukum lanjutan untuk menuntut ganti rugi dan pemulihan nama baiknya. Ia juga akan melaporkan balik oknum-oknum yang diduga melakukan pelanggaran prosedur dan pelanggaran HAM berat selama proses penahanan berlangsung.

“Saya akan melapor balik. Saya ingin negara hadir. Saya ingin keadilan ditegakkan, bukan hanya untuk saya, tapi untuk semua warga yang menjadi korban kesewenang-wenangan aparat. Sudah terlalu lama mafia hukum ini merajalela tanpa disentuh hukum,” tegas Ishak.

Ishak menambahkan, perjuangannya bukan semata untuk membalas dendam, tetapi untuk membuka mata publik bahwa masih banyak praktik penyimpangan dalam sistem peradilan pidana yang harus segera dibenahi.

“Saya hanya ingin keadilan ditegakkan. Polisi seharusnya melindungi rakyat, bukan menjadi alat korporasi yang menindas rakyat kecil,” pungkasnya.

Kasus yang menimpa Ishak Hamzah menjadi cerminan betapa masih panjang jalan menuju penegakan hukum yang bersih dan berkeadilan di Indonesia. Selama masih ada aparat yang bermain mata dengan kepentingan pribadi atau kelompok, kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum akan terus menurun.

Para pemerhati hukum dan masyarakat sipil di Makassar menilai, kasus Ishak harus dijadikan momentum evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengawasan internal Polri, khususnya dalam penanganan kasus-kasus yang berkaitan dengan sengketa tanah dan dugaan kriminalisasi warga.

Baca juga :  Ditlantas Polda Sulsel Miliki Alat Pengukur Kebisingan Suara Kendaraan

Tanpa tindakan tegas dan transparan, isu “mafia hukum” hanya akan menjadi luka lama yang terus berdarah, sementara korban seperti Ishak Hamzah terus bertambah. (*/And)

1
2
TAMPILKAN SEMUA

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Artikel Terkait

Gubernur Sherly Tjoanda Apresiasi Kepemimpinan Mentan Amran: Bukti Nyata, Bukan Sekadar Janji

PEDOMANRAKYAT, JAKARTA – Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda, menyampaikan apresiasi tinggi kepada Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman...

Jembatan Sungai Kali Bangau Resmi Dibuka, Warga Kini Tak Perlu Menyeberang Tiga Jam

PEDOMANRAKYAT, MALANG - Jembatan Sungai Kali Bangau sepanjang 50 meter yang menghubungkan Kelurahan Kedungkandang dan Kelurahan Polehan resmi...

SMAN 8 Maros Kebut Rehabilitasi Lima Ruang Kelas Baru, Target Rampung Akhir Tahun

PEDOMANRAKYAT, MAROS – Pembangunan rehabilitasi lima ruang kelas di SMAN 8 Maros terus dikebut. Sekolah yang berlokasi di...

Dari Makassar LAN RI Siapkan Analis Kebijakan Unggul

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR - Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia (LAN RI) melalui Pusat Pembelajaran dan Strategi Kebijakan Manajemen Pemerintahan...