Pihak keluarga juga mempertanyakan motif yang disebutkan oleh penyidik, yang menyatakan pelaku sakit hati karena merasa pernah diintip korban saat berhubungan dengan istrinya.
“Alasan itu tidak masuk akal. Rumah pelaku permanen, temboknya rapat tanpa celah untuk mengintip,” kata Daeng Tallasa.
Selain itu, pelaku juga disebut sakit hati karena sering diejek korban. Namun keluarga menilai tuduhan itu tidak berdasar. “Pelaku dikenal sangat pendiam, jarang bicara, dan selama ini tidak pernah berselisih dengan korban,” lanjutnya.
Menanggapi kasus ini, praktisi hukum Drs. Budiman S menjelaskan bahwa dari fakta yang beredar, tindakan pelaku bisa dikategorikan sebagai pembunuhan berencana.
“Unsur pembunuhan berencana mencakup adanya niat untuk merampas nyawa orang lain yang dilakukan setelah melalui perencanaan terlebih dahulu,” ujarnya.
Budiman menambahkan bahwa unsur subjektif dan objektif dalam kasus ini bisa terpenuhi, terutama jika melihat dari rekaman CCTV yang menunjukkan pelaku menunggu momen tertentu sebelum menyerang korban.
“Keadaan tenang, adanya jeda waktu, dan kesengajaan jelas terlihat. Bahkan orang yang mencoba menolong hampir ikut tertikam. Ini menunjukkan unsur perencanaan sudah cukup kuat,” jelasnya.
Keluarga korban berharap penyidik Polsek Tamalanrea maupun pihak kepolisian yang menangani perkara ini tidak menutup-nutupi fakta sebenarnya. Mereka menilai ada sejumlah kejanggalan dalam proses penyidikan, seperti ketidaksesuaian waktu kematian korban dan status penyerahan diri pelaku.
“Kami hanya minta keadilan. Proses hukum harus sesuai fakta dan bukti. Jangan ada yang ditutup-tutupi,” tegas Daeng Tallasa.
Keluarga pun berencana melaporkan dugaan kejanggalan tersebut ke pihak yang lebih tinggi bila tidak ada perkembangan yang transparan. “Kami percaya hukum akan berpihak pada kebenaran,” pungkasnya. (*/And)

