Kebanggaan yang Pernah Hilang
Bagi warga Jeneponto, stadion bukan sekadar bangunan. Ia adalah simbol identitas daerah. Tempat anak-anak bermimpi menjadi pemain profesional. Ruang bagi komunitas menyalurkan hobi. Arena kecil yang pernah menghidupkan euforia setiap kali ada turnamen desa.
Selama bertahun-tahun, stadion itu seakan “tertinggal”. Dan ketika kabar revitalisasi diumumkan, banyak warga merasakan sesuatu yang jarang muncul: rasa diakui.
“Baru kali ini pemerintah betul-betul menyentuh fasilitas olahraga,” ujar seorang pemuda lokal yang sering berlatih bola di sana. “Rasanya seperti mimpi.”
Pemimpin Baru dan Rentetan Perubahan
Revitalisasi stadion hanyalah salah satu dari sederet program yang mulai terlihat sejak Paris Yasir dan Islam Iskandar dilantik.
Beberapa di antaranya:
Penambahan unit mobil pemadam kebakaran dari 4 menjadi 6 unit
Perbaikan berbagai jaringan irigasi hingga petani kembali bisa panen dua kali setahun
Pengaspalan jalan rusak di sejumlah titik strategis
Bantuan alat pertukangan, perbengkelan, bantuan UMKM
Bantuan dana masjid dan puluhan rumah layak huni bagi warga kurang mampu
Di tengah deretan program itu, Stadion Turatea tetap menjadi sorotan karena nilainya bersinggungan langsung dengan kebanggaan publik.
Stadion itu bukan sekadar renovasi fisik—tapi juga upaya mengembalikan martabat ruang publik yang sudah lama hilang.
Harapan Baru Tumbuh
Jika kelak revitalisasi selesai, anak-anak di Binamu tidak lagi berlari di lapangan berpasir. Komunitas olahraga akan punya rumah baru. Dan Stadion Mini Turatea akan kembali seperti dulu—atau lebih baik: sebuah ruang yang tidak hanya menampung pertandingan, tetapi juga menyimpan cerita dan harapan generasi baru Jeneponto.
Setelah puluhan tahun, akhirnya stadion itu tidak lagi menunggu. Ia sedang bangkit, pelan tapi pasti, menjelma menjadi landmark baru Butta Turatea. ( ab )

