PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR – Gerimis turun sejak dini hari di Kelurahan Pisang Utara. Langit seperti menggembung, berat oleh awan kelabu, sementara aroma tanah basah perlahan menyelip di antara rumah-rumah yang saling berdempetan. Di tengah cuaca murung itu, sebuah sudut kecil di lingkungan RT 001/RW 002 justru tampak lebih terang: Pos Keamanan Putra 01 yang pagi ini berubah menjadi TPS.
Biasanya pos itu sepi, hanya jadi tempat ronda atau warga singgah saat malam. Namun Rabu, 3 Desember 2025, pos kecil itu dipenuhi langkah kaki, suara payung yang ditutup–dibuka, serta sapaan hangat warga yang tak pernah absen hadir dalam urusan lingkungan.
Beberapa ibu datang sambil memegang plastik bening untuk melindungi surat panggilan memilih. Bapak-bapak hadir dengan jaket tipis, sebagian menggandeng anak yang masih mengantuk. Ada yang memakai sandal, ada yang bersepatu, tapi semuanya datang dengan tujuan sama: menorehkan suara dalam pemilihan Ketua RT 001/RW 002.
Di depan TPS, aroma kopi hitam yang dibawa salah seorang warga seolah menjadi pembawa semangat. Asapnya membubung pelan, menghangatkan jari tangan yang sedikit menggigil. Di pojok lain, sekelompok warga tua duduk di kursi plastik, bercakap lirih sambil sesekali tersenyum mengenang cerita-cerita lama tentang lingkungan mereka.
Di bawah atap seng, suara hujan terdengar seperti irama ketukan lembut, menambah keintiman suasana. Warga berbaur tanpa sekat, tak ada batas antara pendukung kandidat A atau kandidat B. Yang ada hanya rasa kebersamaan yang memang sudah lama menjadi ciri khas RT 001/RW 002.
Proses Pemilihan yang Menghangatkan Hati
Dua kandidat maju dalam pemilihan kali ini: Faridawaty Y dan Nurwaty “Aty” Rangka. Tak ada spanduk besar, tak ada pengeras suara, tak ada kampanye meriah. Yang ada hanya saling hormat, saling senyum, saling sapa.
Aty, yang pernah menjabat sebagai ketua RT pada era Wali Kota Danny Pomanto, menyalami beberapa warga sebelum duduk menunggu proses dimulai. Faridawaty—atau Farida—datang dengan langkah pelan, membawa keteduhan seperti biasanya. Sesekali ia menyapa warga yang sudah seperti keluarganya sendiri.
Kotak suara ditempatkan di meja sederhana, sementara panitia bekerja dengan kesabaran yang rapi. Ketika satu per satu warga memasukkan surat suara, suasana hening dan khidmat ikut tercipta. Hanya bunyi kertas yang dilipat dan suara kecil kotak suara yang terbuka–tertutup.
Gerimis semakin halus, seolah memberi restu.
Detik Penghitungan Suara
Menjelang siang, warga merapat ke sekitar meja penghitungan. Tidak ada yang tegang, namun semua memperhatikan dengan saksama. Setiap suara yang dibacakan disambut anggukan kecil atau senyum tipis.

