Ketika Demokrasi Kampung Ditentukan Lewat Undian

Tanggal:

Follow Pedomanrakyat.co.id untuk mendapatkan informasi terkini.

Klik WhatsApp Channel  |  Google News

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR - Pemilihan Ketua RT dan RW serentak se-Kota Makassar resmi berakhir pada Senin, 8 Desember 2025. Namun, di balik selesainya pesta demokrasi tingkat warga itu, masih tertinggal satu kisah unik dari RW 006 Kelurahan Karampuang, Kecamatan Panakkukang.

Cerita itu datang dari AB Iwan Azis, tokoh masyarakat yang sudah puluhan tahun mengabdikan diri di lingkungan kampung. Dengan secangkir kopi panas di Warkop Azzahrah, Jalan Abdullah Daeng Sirua, ia berbagi kisah pada sahabatnya, pemerhati sosial Rusdin Tompo, tak lama setelah pemilu raya di RW-nya rampung.

“Alhamdulillah, sudah selesai pemilihan Ketua RW di tempat saya. Cuma akhirnya harus ditentukan dengan cara dilot,” ucap pria 79 tahun itu, yang sebelumnya menjabat sebagai Pjs Ketua RW 003.

Suara Iwan Azis terdengar datar, tetapi cerita yang ia bawa jelas tidak biasa. Di RW 003, empat calon bersaing: Syandhy Syamsir (1), Bahrun, ST (2), Nusinah (3), dan Husain (4). Saat kotak suara dibuka, suasana berubah. Dua nama sama kuat—Bahrun dan Husain—memperoleh jumlah suara identik.

Tidak ada aturan yang mengatur langkah selanjutnya. Stagnan.

Di tengah kebuntuan itulah Iwan Azis mengusulkan cara paling tua dan paling sederhana untuk menentukan pilihan: undian. Cara yang dalam bahasa lokal sering disebut goccang.

Usulan itu sempat diperdebatkan. Tidak ada dalam juknis. Namun setelah berkoordinasi dengan Camat Panakkukang, serta mendengar masukan Ketua LPM Karampuang, Fidrik, semua sepakat: undian adalah jalan keluar paling adil.

“Setelah digoccang, yang keluar namanya Husain. Jadi dia yang ditetapkan sebagai Ketua RW 006 terpilih,” ujar Iwan Azis, yang pernah berprofesi sebagai pengusaha reklame, aktor, sekaligus jurnalis.

Di Kelurahan Karampuang sendiri terdapat 9 RW. Namun hanya 3 RW yang menggelar pemilihan. Dua RW di kawasan asrama TNI dan Polri memilih lewat mekanisme internal kepala asrama. Satu RW lainnya tidak mengadakan pemilihan karena tidak memiliki calon alternatif.

Baca juga :  Workshop ARKAS Dibuka Plt Kadis Pendidikan Kabupaten Jeneponto

Beberapa hari sebelum hari-H, Iwan Azis bahkan membuat status di akun Facebook-nya. Ia menulis tentang rutinitasnya berkeliling memantau kesiapan pemilihan dari RW ke RW. Semua berjalan aman, tertib, dan kondusif—hanya saja tidak semeriah yang ia bayangkan.

Antusiasme warga rendah. Ada TPS yang pemilihnya cuma 17 KK.

Menurutnya, penyebabnya cukup jelas. Sosialisasi minim, sementara teknis pemungutan suara banyak yang membingungkan. Ia mencontohkan kertas suara dengan delapan kotak pilihan tanpa foto, tanpa gambar, padahal calon hanya dua atau tiga orang. Banyak warga akhirnya mencoblos kotak kosong dan suaranya batal.

“Untuk apa dibuat kotak sebanyak itu kalau tidak sesuai jumlah calon,” keluhnya.

Belum lagi persoalan hak pilih. Mereka yang benar-benar tinggal di wilayah RW tetapi tidak tercatat dalam DPT, langsung ditolak. Tak diberi ruang memilih, berbeda dengan pemilu nasional yang memberi kesempatan memilih jika membawa identitas valid.

Padahal, menurut aturan, satu jam sebelum penghitungan suara, mereka yang punya hak pilih tetap boleh menyalurkan suaranya. Namun mekanisme pemilihan serentak versi Pemkot Makassar tidak membuka pintu itu. Panitia kukuh pada aturan yang ada.

“Katanya ini pesta demokrasi. Tentu masyarakat juga mau berpartisipasi dan menikmati pestanya,” ujarnya.

Keluhan dan kepedulian itu bukan tanpa dasar. Iwan Azis telah melewati empat dekade menjadi pengurus kampung. Sejak menjadi Ketua RT di Kampung Butung, Ketua RK di Kecamatan Wajo, Ketua RW di Kampung Melayu, hingga Wakil Ketua RW dan Ketua Kompleks Hj Kalla di Karampuang, hidupnya tak pernah jauh dari dinamika warga.

“Dulu orang tidak berminat jadi Ketua RT dan RW karena tidak ada insentif. Baru ada sejak era Ilham Arif Sirajuddin jadi wali kota,” kenangnya.

Baca juga :  KPU Selayar Serahkan Berita Acara Hasil Akhir Dokumen Administrasi Persyaratan Bacaleg

Tahun ini, kontestasi di Kota Makassar terbilang besar. Terdapat 9.211 calon ketua RT dan 2.169 calon ketua RW. Total 11.390 orang bersaing memperebutkan 6.027 kursi ketua RT dan 1.005 kursi ketua RW.

Dalam gelaran sebesar itu, cerita seperti yang terjadi di Karampuang menjadi mozaik tersendiri—sebuah fragmen kecil yang menunjukkan bahwa demokrasi kampung tetaplah hidup, kadang riuh, kadang riang, dan sesekali… ditentukan oleh keberuntungan. (ab)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Artikel Terkait

Silaturahmi dan Konsolidasi Elang Timur Indonesia: Cetak Kader Visioner, Strategis, dan Taktis

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR — Organisasi Masyarakat (Ormas) Elang Timur Indonesia menggelar kegiatan Silaturahmi dan Konsolidasi Kader sebagai langkah memperkuat soliditas, memperluas...

Titik Balik Pasar Butung: Ketika Harapan Pedagang Bertemu Langkah Tegas Pemerintah Kota

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR - Di lorong-lorong Pasar Butung, Makassar, para pedagang tak pernah benar-benar lepas dari kecemasan. Selama bertahun-tahun,...

Unhas, Ikut Pengabdian Masyarakat Kolaboratif 3 PTN di Padang

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR - Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar bersama Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta dan Universitas Andalas (Unand) Padang...

Tingkatkan Kompetensi Guru, Dinas Dikbud Pinrang Gelar Pelatihan Literasi dan Numerasi

PEDOMANRAKYAT, PINRANG - Dalam upaya meningkatkan literasi dan numerasi guru, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Kabupaten Pinrang menggelar...