Makassar, Kota Dunia yang Terlupa: Jejaknya Dibuka Kembali Lewat Buku Gervaise

Tanggal:

Follow Pedomanrakyat.co.id untuk mendapatkan informasi terkini.

Klik WhatsApp Channel  |  Google News

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR – Makassar — Buku Discription Historiqur di Royume de Macacar atau Sejarah Kerajaan Makassar karya penulis Perancis Nicolas Garvaise, didiskusikan pada Minggu (14/12/2025) di Ruang Makassar, Sunachi Suki Restaurant, Hotel Claro.

Pada diskusi ini pengalih bahasa Prof. Dr. H. Mardi Adi Armin, M.Hum—Guru Besar Filsafat Bahasa Universitas Hasanuddin yang tampil sebagai pembicara menyampaikan bahwa sejarah tidak sekadar dibicarakan—ia dipanggil pulang.

“Buku ini pertama kali ditulis Nicolas Garvaise pada abad ke-17 tepatnya pada tahun 1684, dan saya terjemahkan berasal dari edisi bahasa Prancis tahun 2022 ,” tutur Prof. Mardi.

Ketertarikannya sederhana namun mendalam, Makassar harus membaca kisahnya sendiri.

Enam bulan waktu dihabiskan untuk menerjemahkan buku ini. Ia bahkan menelusuri jejak pewaris Garvaise, memastikan karya tersebut aman untuk diterjemahkan.

Informasi yang diperolehnya menenangkan: buku yang telah berusia lebih dari 50 tahun bebas dialihbahasakan. Ia juga telah menyampaikan kepada penerbit sebelumnya, agar buku terjemahan itu dapat dicetak lagi untuk dipersembahkan sepenuhnya kepada masyarakat Makassar.

Secara singkat Prof Mardi menerangkan dalam buku Garvaise, Makassar digambarkan sebagai simpul dunia—pelabuhan besar yang ramai oleh orang asing, tempat agama, budaya, dan kepentingan bertemu.

Pada buku ini mencatat, dua utusan pernah datang membawa ajaran Islam ke Makassar.

“Dua perwira, satu dari Aceh, satu lagi dari Malaka. Sejarah mencatat, siapa yang datang lebih dulu, itulah yang dianut. Islam tiba lebih awal, dan menetap.

Dalam buku ini juga menjelaskan tentang gelar bangsawan Makassar pada masa itu.
“Pada masa itu dikenal gelar Daeng, Karaeng, dan Lolo. Awalnya, Daeng adalah gelar tertinggi, sebelum kemudian Karaeng menempati posisi paling atas.

Buku ini juga mencatat cerita kepahlawanan dari Daeng Mangalle yang tidak setuju dengan perjanjian Bungaya dan berangkat ke Jawa. Akan tetapi karena Belanda terus mencarinya, Daeng Mangalle beserta pengikutnya ke Siam (Thailand) oleh Raja Phra Narai, dan diperbolehkan menetap di pinggiran ibukota Ayutthaya,

Baca juga :  Cek Kesiapan Pos Pam Operasi Ketupat 2022, Kapolres Yudi Frianto Berikan Arahan ke Personelnya

“Daeng Mangalle yang berdiam di Siam, kemudian diangkat sebagai pemimpin oleh bangsa Makassar yang memang menjadi pengikutnya serta bangsa Melayu yang berdiam di dana. Ia kemudian memimpin pemberontakan terhadap bangsa asing yang ingin menguasai Kerajaan Ayutthaya. Kedua anaknya yaitu Daeng Rurung dan Daeng Lolo, pascapemberontakan ayahnya Kemudian di bawa ke Perancis dan dirawat sebagai anak bangsawan di sana. Sebuah isyarat bahwa Makassar pernah begitu diperhitungkan,” ulas Prof Mardi.

Sementara itu, sejarawan muda, Adil Akbar Ilyas, menyebut buku ini sebagai “simpul sejarah.” dan juga mengkonfirmasi buku-buku sejarah yang dituliskan kemudian.

Baginya, Garvaise tidak hanya menulis tentang raja-raja Gowa yang menikah lintas budaya, tetapi juga mengisahkan jatuhnya Malaka ke tangan Portugis pada 1511, gelombang pengungsian orang Melayu, hingga kuliner Makassar yang sejak dulu terbuka pada pengaruh luar.

“Makassar bukan menuju kota dunia,” kata Adil, “tetapi kembali ke kota dunia.” Bukti paling nyata adalah kehadiran orang-orang dari berbagai bangsa sejak ratusan tahun silam.

Menariknya, diskusi juga mengungkap fakta bahwa gelar “Andi” yang kini dikenal luas justru baru dikenal hingga 1906, Kerajaan Gowa masih menggunakan gelar Daeng. Sejarah, sekali lagi, mengajarkan bahwa identitas tak pernah beku—ia bergerak mengikuti zaman.

Sebelumnya, Ketua DPRD Makassar, Anwar Faruq, S.Kom.,M.M dalam sambutan pembukaannya mengaku bangga bisa hadir.

“Aura kebesaran Sulawesi Selatan terasa di ruangan ini,” ucapnya. Ia menyinggung bahwa banyak arsip sejarah Makassar dan Bone justru tersimpan di luar negeri. Pemerintah daerah, katanya, berkomitmen mendukung upaya menggali kembali sejarah kota.

Bahkan ia menanggapi permintaan Prof. Mardi dan Prof Kembong Daeng agar bahasa dan aksara lontara dibudayakan kembali. Anwar Faruq menyatakan siap menjembatani ke Wali Kota Makassar, bahkan membuka peluang muatan lokal tentang penggunaan bahasa lontara di sekolah dasar dan menengah diajarkan kembali..

Baca juga :  Jelang Liga 1, Kapolda Sulsel Tinjau Langsung Kesiapan Stadion Gelora BJ Habibie

“Termasuk Bandara pun diusulkan seharusnya bertuliskan lontara, agar kita tahu sedang berada di mana,” kata Anwar menjawab permintaan Prof. Mardi.

Sementara itu, Rahman Rumaday, Founder Komunitas Anak Pelangi (K-apel) dan Kampus Lorong K-apel, menyebut diskusi ini sebagai bagian dari agenda panjang merawat ingatan kolektif, meski pelaksanaannya baru bisa terlaksana di bulan Desember.

“Bagusnya buku yang diterjemahkan oleh Prof. Mardy, terkoneksi dengan beberapa buku seperti Buku Arupalakka ,” ujar Dahlan Abubakar, penulis buku dan wartawan Pedoman Rakyat.co.id.

Diskusi yang dipandu Arwan D Awing, Direktur Bugis Pos Grup, yang menyebut buku ini sebagai karya pertama yang secara khusus membahas sejarah Makassar dari sudut pandang penulis asing abad ke-17.

Ada catatan singkat yang disampaikan moderator sebelum menutup diskusi yang menjadi pekerjaan rumah bagi peserta diskusi yakni perlu pelestarian bahasa dan budaya daerah. Melakukan pengkajian sejarah lebih mendalam tentang apa dan siapa itu Daeng Mangalle. Pembuatan buku tentang Makassar kembali ke kota dunia. Dan juga memberikan pesan kepada Anwar Faruq sebagai wakil rakyat dan penyambung lidah ke pemerintah kota Makassar.

“jangan tinggalkan kami Pak Dewan,” pinta Awing.

Lewat diskusi buku Sejarah Kerajaan Makassar: Discription Historiqur di Royume de Macacar, karya Nicolas Garvaise, para pencinta sejarah, akademisi, dan pegiat budaya, politisi dan wartawan berkumpul. Bukan sekadar membedah isi buku, tetapi menyusuri ulang identitas Makassar yang pernah berdiri sebagai kerajaan besar di Nusantara pada abad ke-17.

Pada diskusi Buku Discription Historiqur di Royume de Macacar (Sejarah Kerajaan Makassar) juga diserahkan buku oleh pengalihbahasa Prof Mardi Adi Armin kepada, Prof Muhammad Asdar, Prof. Kembong Daeng, Yudhistira Sukatanya dan Anwar Farouk

Baca juga :  Polres Soppeng Panen Raya Jagung Serentak Di Padali

Sekilas Buku Discription Historiqur di Royume de Macacar (Sejarah Kerajaan Makassar)

Buku Discription Historiqur di Royume de Macacar (Rincian Sejarah Kerajaan Makassar) yang diterbitkan pertama kali di Perancis tahun 1684 ditulis oleh seorang penulis berkebangsaan Perancis bernama Nicolas Gervaise.

1
2TAMPILKAN SEMUA

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Artikel Terkait

Mahasiswa Manajemen UC Makassar Laksanakan Social Impact Challenge untuk Tingkatkan Daya Tarik Visual UMKM Alpukat Kocok Pak Husai

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR — Mahasiswa Program Studi Manajemen UC Makassar melaksanakan kegiatan Social Impact Challenge (SIC) pada 3 Desember...

Strategi Optimalisasi Promosi Digital UMKM Snackee Melalui Platform TikTok

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR – Sejumlah mahasiswa Universitas Ciputra (UC) Makassar melaksanakan aksi nyata pengabdian kepada masyarakat melalui kegiatan Social...

DPD Ormas Repro Audience dengan Kesbangpol Luwu Utara

PEDOMANRAKYAT, LUWU UTARA – Bertempat di ruangan rapat di Kantor Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Badan Kesbangpol)...

Kesbangpol Wajo Apresiasi Keberadaan JMSI sebagai Mitra Strategis Pemerintah Daerah

PEDOMANRAKYAT, WAJO - Tim Verifikasi Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kabupaten Wajo melakukan kunjungan ke Sekretariat Jaringan...