Yang menjadi soal, kelangkaan ini bukan kejadian pertama. Pola yang berulang menunjukkan lemahnya sistem mitigasi dan pengawasan distribusi BBM bersubsidi, ujarnya.
Sejumlah sopir truk yang ditemui di lapangan mengaku harus menunggu hingga tiga jam. Bahkan, sebagian memilih bermalam di sekitar SPBU karena khawatir stok kembali habis jika meninggalkan antrean. Situasi ini memperbesar risiko praktik penimbunan dan penyalahgunaan distribusi BBM bersubsidi.
Hingga kini, belum ada penjelasan terbuka yang komprehensif dari Pertamina Patra Niaga terkait penyebab utama kelangkaan Bio Solar di Sulawesi Selatan. Ketiadaan informasi yang transparan justru memperkuat keresahan publik.
Affandy mendesak evaluasi menyeluruh terhadap kinerja distribusi Pertamina Patra Niaga, termasuk audit kuota, pola penyaluran, dan pengawasan di tingkat SPBU.
Energi adalah urusan hajat hidup orang banyak. Negara tidak boleh absen. Jika Pertamina gagal menjalankan mandatnya, pemerintah harus turun tangan secara tegas, kata Affandy.
Sementara itu, antrean masih mengular, roda ekonomi bergerak tertatih, dan masyarakat Sulawesi Selatan menunggu kehadiran negara dalam memastikan hak dasar atas energi tetap terpenuhi. (*)

