Ia pun meluncurkan lima gebrakan inovatif dengan nama-nama lokal yang unik. Ada Gerakan Katto-Katto untuk keamanan lingkungan yang sempat viral dan menarik perhatian Ibu Bupati Gowa. Ada pula Parallakkengku Pasarakku, sebuah gerakan mengubah kaleng cat bekas menjadi pot produktif untuk sayuran. Di sisi sosial, program A’kaddo Tangngallo atau makan siang bersama menjadi yang paling emosional; Naim rutin mengetuk pintu warga miskin untuk makan bersama sambil memberikan bantuan modal ternak atau alat dapur.
Tak hanya itu, ia “berperang” melawan hama melalui program Anjakkala Balao, di mana satu ekor tikus dihargai Rp500, hingga menciptakan Wisata Tabulampot di sepanjang lorong desa dengan sistem bagi hasil bagi warga yang memelihara tanaman buah. Di bawah kendalinya, birokrasi yang lamban pun dipangkas habis. Lewat aplikasi Digides, kini 3.800 warga desa bisa mengurus administrasi kependudukan cukup dari layar ponsel tanpa harus mengantre di kantor desa.
Menjelang tahun 2026 yang akan diwarnai kontestasi Pilkades serentak, Naim tetap berpijak di bumi. Sebagai seorang ASN, ia mengaku tegak lurus pada perintah atasan. Jika ditugaskan maju, ia siap; jika tidak, ia dengan ikhlas kembali mengabdi sebagai sekretaris desa. Baginya, 10 bulan terakhir bukanlah ajang pencitraan, melainkan pembuktian bahwa dengan sedikit keberanian untuk “gila” dalam berinovasi, sebuah desa bisa bersinar dengan nyata. (raka)

