Oleh : H Hasaruddin, Guru Besar UIN Alauddin Makassar
Harun al Rasyd merupakan salah seorang khalifah yang sangat peduli dan memperhatikan kehidupan rakyatnya. Diaa juga merupakan seorang khalifah yang sering minta nasihat dan masukan kepada ulama dan cerdik pandai dalam mengontrol dan menjalankan roda pemerintahannya.
Suatu hari, Harun al Rasyd, mengundang salah seorang pembantunya ke istana untuk membahas kondisi dan keadaan masyarakat saat itu.
Biasanya, Abu Nawas tidak pernah terlambat ketika diundang ke istana oleh Khalifah Harun al- Rasyd. Namun saat itu Abu Nawas agak telat menghadap kepada Khalifah.
“Kenapa anda begitu terlambat, wahai Abu Nawas. Bukankah sebelumnya anda telah berjanji untuk hadir tepat waktu?”, tanya Khalifah dengan nada agak kecewa.
Sambil tertunduk, Abu Nawas berkata, “Maafkan saya Khalifah, hal ini dikarenakan baju yang baru dicuci tidak kunjung kering. Saya berinisiatif menunggu hingga baju kering untuk dikenakan baru menghadap kepada Khalifah.”
Betapa terkejutnya Khalifah mendengar penuturan Abu Nawas, sambil mengerutkan kening Khalifah berkata, “Wahai Abu Nawas, semiskin itukah rakyatku?”
“Tidak, wahai Khalifah. Bahkan saya adalah salah seorang yang kaya raya,” kata Abu Nawas dengan tegas, karena dia tidak ingin Khalifah merasa cemas dengan keadaannya.
“Lalu kenapa anda menunggu baju hingga kering baru ke istana,” tanya Khalifah penasaran.
“Wahai Khalifah, saya memiliki sedikit baju bukan berarti saya miskin. Banyak di antara manusia yang memiliki banyak harta, namun mereka tidak pernah merasa cukup. Rasanya kurang terus. Itulah orang miskin. Sedangkan saya sudah merasakan sangat puas dengan apa yang diberikan oleh Allah SWT, sesungguhnya saya ini adalah orang kaya. Rakyat Khalifah yang senantiasa tidak pernah merasa puas dengan apa yang diberikan oleh Allah SWT itulah yang harus dibantu. Bukan saya,” tegas Abu Nawas yang terkesan menggurui Khalifah.
Terkejut dengan ucapan Abu Nawas, Khalifah berkata, “Tolong jelaskan, bagaimana aku bisa bantu mereka?”
“Mereka adalah orang-orang yang jauh dari ajaran agama sehingga mereka sangat berlebihan dalam mencintai dunia ini,” kata Abu Nawas mencoba meyakinkan.
“Bagaimana aku bisa mengetahui hal tersebut,” ucap Khalifah yang makin penasaran.
“Mudah saja. Saat ini banyak masjid yang sepi jamaah. Masyarakat lebih sibuk dengan kebutuhan sehari-hari dan mengabaikan panggilan azan. Kalau tidak sibuk dengan kebutuhan sehari-hari, mereka banyak yang melakukan perjamuan, padahal hari id masih beberapa hari lagi,” kata Abu Nawas.
Khalifah termangu-mangu mendengar penuturan Abu Nawas, sambil bergumam, ”Memang miskin hati lebih buruk dan berbahaya daripada miskin harta.”
“Benar, wahai Khalifah, tapi manusia justeru lebih senang miskin hati dan juga miskin agama, sedang terhadap miskin harta mereka sangat ketakutan,” ujar Abu Nawas sambil mohon diri kepada Khalifah.
Tulisan ini menanggapi postingan seorang kawan yang akan melaksanakan salat Isya dan Tarawih berjamaah, yang jamaahnya kian maju alias berkurang. Sebagaimana tulisan sebelumnya, boleh saja jamaah yang tidak hadir di masjid mungkin saja mereka melaksanakan ibadah salat Isya dan Tarawih berjamaah di rumah masing-masing.
Semoga kita menjadi orang-orang yang istikamah di jalan Allah SWT dan menjadi orang yang kaya harta dan kaya spiritual. Allah A’lam.***