“Tentunya, kami menyambut baik gagasan Bapak Walikota Makassar dan Baznas Makassar menjadikan Makassar sebagai Kota Zakat. Karena, tentunya dengan zakat akan membersihkan seluruh pendapatan yang diterima setiap bulan,” ujarnya.
Muh Rheza menambahkan, sebagai aparatur negara yang baik, selain mengamankan kebijakan, gagasan, dan ide-ide pimpinan (walikota). Apalagi, sebagai ummat beragama wajib hukumnya menjalankan perintah, salah satunya membayar zakat pendapatan.
Hal senada dikemukakan Kepada Dinas Pendidikan Kota Makassar, H. Muhyiddin. Di ruang kerjanya, saat menerima komisioner Baznas Kota Makassar, yakni, H. Ashar Tamanggong, Ahmad Taslim, H. Jurlan Em Saho’as, dan Waspada Santing, Senin, 31 Januari 2022, ia mengemukakan sesegera mungkin menyampaikan kepada seluruh ASN lingkup dinas yang dipimpinnya agar menyiapkan diri berzakat setiap bulan.
Baik di Dinas Tanaman Pangan, maupun Dinas Pendidikan, H. Ashar Tamanggong mengurai banyak hal menyangkut zakat. Termasuk menjelaskan UU No 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat, infak, dan sadakah. UU tersebut bertujuan meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat dan meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan.
Menyoal Makassar sebagai Kota Zakat, Ashar mengaku, untuk menuju ke kota zakat itu, salah satu syaratnya adalah, seluruh ASN di Makassar harus berzakat. Jadi, zakat itu bukan hanya menjelang Ramadhan saja, melainkan setiap saat, atau ketika penerimaan gaji. Besaran zakat setiap orang adalah 2,5 persen dari pendapatan.
Zakat yang dimaksud, demikian Ketua Dewan Dakwah NU Kota Makassar ini dikeluarkan dari hasil barang yang dimiliki, disimpan, atau dikuasai.
“Pemiliknya, wajib mengeluarkan zakat apabila telah mencapai batas minimum berzakat (nisab) dan kepemilikan selama setahun. Seluruh zakat mal tersebut disetor ke Baznas. Dari situ lembaga pemerintah nonstruktural ini dapat mengangkat ekonomi kaum dhuafa menjadi kuat, dan Insya Allah ummat mempunyai ketahanan dan ketangguhan menghadapi masalah di kemudian hari. Islam yang rahmatan lil alamin,” tambahnya.
Menurutnya, kaum dhuafa yang dibidik Baznas tentu erat kainnya dengan delapan golongan atau asnaf. Yakni, fakir, miskin, riqab atau biasa disebut sebagai hamba sahaya, gharim– orang yang memiliki hutang dan kesulitan melunasinya, mualaf, yaitu orang yang baru memeluk agama Islam untuk merasakan solidaritas. Termasuk, fiisabilillah– pejuang agama Islam, ibnu sabil– orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan jauh, serta amil– orang yang menyalurkan zakat. (din pattisahusiwa)