Pihak industri belum dilibatkan dalam penyusunan kurikulum, sekaligus sebagai tenaga pengajar. Sehingga, ketika pihak industri membutuhkan tenaga kerja, ada keterikatan untuk menggunakan alumni SMK.
Tidak terjalinya program bersama menyebabkan ketika siswa melaksanakan PKL hanya jadi cleanig service atau peran yang tidak sesuai dengan kebutuhan keterampilan pada jurusannya di SMK.
Dr. Muliono, yang telah menjadi pengawas sekolah sejak 2016 ini, menilai sejak awal penerimaan siswa baru harus melalui tes psikologi dan penelusuran bakat agar siswa dan orangtua mengerti mengapa anak tersebut masuk di SMK.
Begitu juga kepala sekolah dan guru harus memiliki mindset sebagai pembina dan pengajar sesuai Visi SMK.
Menurut Muliono, dana pengelolaan sekolah masih terbatas dibanding kebutuhan yang menjadi dilematis bagi kepala sekolah.
Ketika akan melakukan pungutan bagi siswa, aturan justru tidak membenarkan, kecuali ada persetujuan orangtua siswa bersama komite sekolah dan tidak memberatkan.
Salah satu contoh, lulusan SMK yang terpaksa bekerja tidak sesuai jurusannya, adalah Zainal, lulusan SMK Penerbangan, tapi bekerja sebagai Sekurity Di Kantor Dinas Pendidikan Sulsel.
“Ya, terpaksa dari pada tidak ada kerjaan,” kata Zainal yang menemui Sorotmakassar di parkiran. (dar)