Mimbar Islam
H.Hasaruddin
Guru Besar UIN Alauddin
Isra Mi'raj
Salah seorang Sultan Mesir mengumpulkan para cerdik pandai di istana. Sang Sultan meragukan keabsahan isra dan mi'raj yang dilakukan oleh Rasulullah Muhammad SAW. Baginya, isra dan mi'raj merupakan suatu hal yang mustahil dilakukan oleh Rasulullah Muhammad SAW. Para cerdik pandai sudah meyakinkan sang Sultan, bahwa apapun yang di inginkan oleh Allah SWT., maka hal tersebut pasti terjadi. Jawaban dan argumen yang disampaikan oleh para cerdik pandai tidak memuaskan sang Sultan.
Berita tentang hal ini juga di dengar oleh seorang sufi Syaikh Sahabuddin. Syaikh Sahabuddin bergegas ke istana dan berupaya meyakinkan sang Sultan akan kebenaran isra dan mi'raj yang di alami oleh Rasulullah Muhammad SAW.
Di ruang pertemuan tersebut, terdapat empat buah jendela. Syaikh meminta agar salah satu jendela dibuka, lalu meminta sang Sultan untuk keluar. Sultan melihat segerombolan pasukan yang hendak menyerang istana dan membuat Sultan ketakutan. Tiba- tiba Syaikh menutup jendela, lalu membukanya lagi. Saat itu Sultan sudah tidak melihat apa- apa.
Ketika Syaikh membuka jendela kedua, Sultan melihat api yang akan membakar istana, setelah jendela di tutup Sultan sudah tidak melihat apa-apa.
Jendela ketiga, Sultan melihat banjir bandang dan menghilang setelah di tutup dan dibuka kembali oleh Syaikh. Jendela keempat Sultan melihat surga yang indah, namun pemandangan tersebut menghilang setelah ditutup, lalu dibuka kembali.
Kemudian Syaikh meminta agar disiapkan bejana berisi air, lalu Sultan diminta untuk mencelupkan wajahnya. Tiba- tiba sang Sultan menemukan dirinya telah berada di pinggir pantai berpasir, tempat yang asing bagi sang Sultan.
Di tempat tersebut sang Sultan bertemu dengan beberapa orang dan menjelaskan kalau dirinya baru saja terdampar. Di tempat tersebut Sultan tinggal kurang lebih tujuh tahun lamanya.
Setelah merasa lelah, Sultan menuju ke tempat dimana ia terdampar. Saat waktu shalat tiba, Sultan mengambil wudhu dan membasuh muka ke dalam air, tiba- tiba Sultan mendapati dirinya sudah berada di istana di depan bejana air, Syaikh juga para cerdik pandai.
Tiba- tiba Sultan berkata,"Tujuh tahun di pengasingan, hidup dalam penderitaan". Syaikh berkata,"Tujuh tahun baginda hidup di pengasingan bersama sebuah keluarga besar yang harus dihidupi. Tidak kah Sultan takut kepada Allah SWT?".
Selanjutya Syaikh berkata,"Tujuh tahun berlalu bagi Baginda, seperti sekarang Baginda pahami, dalam waktu singkat kepala Baginda tercelup dalam air. Ini terjadi melalui kehendak Allah SWT., dan tidak membawa arti apa pun kecuali penggambaran atas apa yang terjadi. Ini bukanlah persoalan apakah sesuatu telah terjadi dan bukan pula sesuatu yang penting. Segala sesuatu bisa terjadi. Tetapi, yang penting adalah arti dari peristiwa itu. Dalam hal Baginda, tidak ada artinya, dalam Rasulullah SAW., peristiwa Isra dan Mi'raj adalah sesuatu yang sangat bermakna".
Selamat merayakan Isra dan Mi'raj, semoga kita senantiasa menjadikan shalat sebagai kebutuhan dalam kehidupan sehari- hari.
Allah a'lam
Makassar, 28 Februari 2022

