Oleh H Hasaruddin, Guru Besar UIN Alauddin
Sultan Mahmud Ghaznawi adalah pendiri Kerajaan Ghaznawiyah. Suatu hari, Dia berkeliling di sekitar Kota Ghazna, di tengah jalan, Sultan melihat seorang kuli angkut yang sedang memanggul sebongkah batu besar di atas punggungnya. Sultan sangat terharu melihat sang buruh dan tidak mampu menahan rasa harunya. Sultan memanggil sang kuli dan memerintahkan agar sang kuli menjatuhkan batu tersebut tepat di tengah jalan umum.
Sang kuli tidak dapat berbuat banyak, karena ketundukan dan ketakutannya kepada sang Sultan, batu tersebut terpaksa berada di tengah jalan umum dan menghalangi para pejalan kaki bertahun-tahun lamanya. Rakyat yang merasa terganggu perjalanannya akibat keberadaan batu tersebut, meminta pengampunan kepada Sultan dan memohon agar Sultan memerintahkan kepada masyarakat untuk menyingkirkan batu tersebut.
Mendapat banyak laporan dan keluhan masyarakat akan batu tersebut, Sultan menyampaikan kepada rakyatnya, “Apa yang telah dilaksanakan dengan perintah, maka tidak dapat dibatalkan dengan perintah yang sama, agar rakyat tidak berasumsi bahwa semua perintah yang berasal dari Sultan didorong oleh tindakan belaka. Biarkan batu tersebut tetap berada pada tempatnya.”
Dalam menanggapi kisah Sultan Mahmud tersebut, masyarakat setelahnya memiliki cara pandang berbeda dalam menilai tindakan Sultan yang dianggap arogan dan tidak peduli dengan keluhan rakyatnya.