“Jika hal ini terus dibiarkan maka beberapa tahun kedepan bangsa kita ini bisa hancur seperti beberapa negara di Timur Tengah yang berkonflik”, tukasnya.
Untuk kelompok intoleran ini, mereka cenderung tidak bisa menerima perbedaan merasa hanya kelompok mereka yang paling benar, sedangkan kelompok radikalis yang cenderung melakukan intoleran kedalam perilaku nyata baik secara tindakan ataupun secara verbal.
Selain memberikan edukasi dan wawasan kebangsaan, tim densus 88 juga menawarkan sistem pencegahan yang melibatkan semua unsur, dimulai dari tingkat desa, tingkat kecamatan sampai tingkat nasional dengan mensinergikan Babinsa, Bhabinkamtibmas, penyuluh agama, MUI, ormas dan para tokoh masyarakat.
Mencegah berkembangnya paham menyimpang ini, merupakan tanggung jawab kita bersama jadi perlunya kita bekerjasama dan saling bahu-membahu melalui program Tangguh Ideologi, dimulai dari lingkungan terkecil, RT/RW.
“Harapan kami untuk kelompok kelompok inklusif ini di rangkul dan di mediasi sehingga mereka lebih terbuka”, ujarnya.
Diakhir kegiatan peserta FGD melakukan deklarasi menolak paham intoleran dan radikalisme di Kabupaten Maros.(hdr)