Oleh : H Hasaruddin, Guru Besar UIN Alauddin Makassar
Umar ibn al Khattab dikenal sebagai penerus pemerintahan Abu Bakr al- Shiddiq merupakan salah satu sahabat yang sangat dekat dengan Rasulullah SAW. Umar RA dikenal sebagai pemimpin yang adil dan bijak.
Suatu ketika, Umar menerima kabar mengenai tindakan salah seorang panglima perang yang diutusnya di medan perang, panglima tersebut dianggap bertindak sewenang-wenang, selaku panglima perang dan pemimpin umat Islam di Madinah, Umar segera mengirimkan sepotong ujung cemetinya kepada panglima yang bertindak sewenang- wenang tersebut. Mendapat kiriman ujung cemeti Umar, sang panglima tersebut segera meninggalkan tindakan yang dianggap tidak sesuai dengan petunjuk Amir al-Mukminin.
Pada peristiwa lain, ketika Amr ibn Ash hendak menaklukan Ummu Dunain di pintu masuk Mesir, Amr merasa kewalahan menghadapi pasukan musuh yang jumlah dan kekuatannya jauh lebih di atas pasukan kaum muslimin.
Melihat realita tersebut, Amr mengirim utusan ke Madinah untuk menghadap Amir al- Mukminin Umar ibn al Khattab. Utusan tersebut menyampaikan pesan Amr yang meminta tambahan pasukan sebanyak tiga ribu orang.
Umar menerima dan mengabulkan permintaan tambahan pasukan Amr. Hanya saja, bukan 3000 tambahan pasukan yang dikirim. Amir al- Mukmini hanya mengirim tiga orang, Al Miqdad bin Aswad, Ubadah bin Shamit, dan Zubair.
Amr tidak puas dengan tambahan pasukan yang dikirim oleh Umar dan mempertanyakan tindakan tersebut. Menanggapi ketidak puasan Amr, Umar berkata, “Manakah yang lebih baik, kuberikan tentara sejumlah tiga ribu orang tetapi kekuatan dan kemampuan mereka belum tentu bisa diandalkan, ataukah hanya tiga orang namun mereka adalah ahli strategi yang ulung?”
Mendengar penjelasan tersebut, Amr ibn Ash terdiam dan terbukti ketiga orang tersebut mampu menyusun strategi yang jitu dan pada akhirnya Mesir dapat ditaklukan.
Kebijakan yang dilakukan oleh Umar ibn al Khattab, semoga bisa menjadi pelajaran bagi kita semua. Kualitas sumber daya manusia adalah hal yang paling utama dalam menjalani kehidupan agar dapat meraih impian yang diinginkan.
Hal ini tidak berarti mengabaikan kuantitas, dan yang lebih hebat lagi adalah kuantitas beririsan dengan kualitas. Ketika hal tersebut dapat diwujudkan maka insyaAllah cita-cita yang kita impikan dapat diwujudkan.
Kekhawatirannya adalah, ketika orang bangga dengan kuantitas lalu mengabaikan kualitas. Jika hal tersebut terjadi, maka wajarlah ketika Rasulullah SAW khawatir dengan keadaannya umatnya.
Para sahabat bertanya, “Ya Rasulallah, apa saat itu umat mu minoritas?”
Nabi menjawab, “Tidak, mereka mayoritas, tapi menjadi mainan oleh merekayang minoritas.” Allah A'lam.
Makassar, 12 Maret 2022