Implementasi Rumah RJ sebagaimana diatur dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, menurut Jaksa Agung, ditujukan pada perbaikan sistem hukum pidana dan perdata, yang secara spesifik berkaitan dengan penerapan keadilan restoratif.
“Tidak dipungkiri lagi Keadilan Restoratif telah menjadi salah satu alternatif penyelesaian perkara pidana,” ujarnya.
Sebagai pembeda, katanya, penyelesaian perkara adalah pemulihan kembali keadaan seperti sebelum terjadinya tindak pidana.
“Konsep penyelesaian keadilan restoratif ini memulihkan kembali kehidupan harmonis di lingkungan masyarakat,” sebutnya.
Konsep keadilan restoratif merupakan suatu konsekuensi logis dari asas ultimum remedium yaitu pidana merupakan jalan terakhir dan sebagai pengejawantahan asas keadilan, proporsionalitas serta asas cepat, sederhana dan biaya ringan.
“Oleh karena itu penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dilaksanakan dalam rangka memberikan perlindungan terhadap kepentingan korban dan kepentingan hukum lain,” ujar Jaksa Agung.
Dasar filosofi penyebutan rumah, lanjut Jaksa Agung, karena rumah merupakan suatu tempat yang mampu memberikan rasa aman dan nyaman.
Rumah merupakan tempat semua orang kembali untuk berkumpul dan mencari solusi dari permasalahan yang disebabkan adanya perkara pidana ringan.
Dengan demikian dapat memulihkan kedamaian, harmoni dan kesimbangan kosmis di dalam masyarakat.
“Oleh karena itu izinkan saya dalam kesempatan ini memberikan nama ruang tersebut dengan nama Rumah Restorative Justice,” ujarnya.
Jaksa Agung mengatakan, pembentukan Rumah RJ diharapkan dapat menjadi contoh untuk menghidupkan kembali peran para tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh adat untuk bersama-sama dengan penegak hukum khususnya Jaksa dalam proses penegakan hukum yang berorientasikan pada keadilan subtantif.(*)