Rusdin Tompo yang diundang berbagi pengalaman seputar program inovasi, mengemukakan bahwa inovasi itu bertalian dengan kebaruan dan keunikan suatu program. Inovasi butuh partisipasi, kolaborasi dan sinergitas antar pemangku kepentingan. Inovasi mesti bisa memberi bukti kebermanfaatan dan adanya perubahan. Tapi juga harus ada jaminan keberlanjutan program.
Disampaikan, program GAMMARA itu pada intinya meramu aktivitas membaca dan menulis, yang memang saling terkait. Namun, untuk menumbuhkan minat baca dan menulis di kalangan anak-anak, termasuk bahasa ibu dan aksara Lontaraq, mesti dilakukan melalui sebuah gerakan, yakni gerakan literasi.
“Gerakan literasi itu mesti dilakukan bersama, secara kolaboratif dan bersinergi antar-stakeholder,” paparnya.
Tiap pemangku kepentingan, katanya, perlu memainkan perannya, sebagai fasilitator maupun motivator, dengan memberikan contoh konkret. Sebab pembudayaan kegemaran membaca hanya bisa tumbuh bila ada keteladanan, pembimbingan, dan gerakan bersama yang dilakukan dari rumah, di sekolah, dan melibatkan masyarakat.
Sekolah juga mesti bisa menghadirkan perpustakaan yang nyaman, dengan koleksi bahan bacaan yang beragam dan menarik. Apalagi kini perpustakaan sudah berbasis inklusi sosial. Begitupun jejaring dengan masyarakat mesti dibangun, baik perseorangan maupun komunitas.
Ada beberapa tujuan program GAMMARA ini, antara lain menumbuhkan budaya kegemaran membaca dan tradisi menulis sebagai bagian dari pendidikan karakter. Selain itu, juga mengaktualisasikan bahasa ibu dan aksara Lontaraq di kalangan anak sekolah, mendorong partisipasi orangtua dalam kegiatan sekolah, mendorong semangat kerelawanan masyarakat guna mengambil peran dalam pemajuan pendidikan serta mengembangkan jejaring dengan pemangku kepentingan.
Setiap kegiatan yang dilakukan SD Inpres Panaikang II/1 akan dipublikasikan melalui media massa dan platform digital untuk mewujudkan Makassar sebagai kota metaverse. Terpenting juga bahwa semua proses kegiatan, termasuk karya tulisan akan didokumentasikan sebagai hasil best practice dalam bentuk buku.
“Pelakasana program ini terdiri dari guru dan murid, orangtua dan anak, atau relawan literasi dan murid. Itulah keunikan GAMMARA,” pungkas Rusdin Tompo. (rk)