Oleh : Mahrus Andis, Kritikus Sastra tinggal di Bulukumba
Rusdin Tompo, seorang penyair, esais, dan editor berbagai macam buku. Lelaki jangkung kelahiran Ambon 1968 ini menulis kumpulan puisi berjudul Kata Sebagai Senjata. Buku setebal 142 halaman dengan muatan puisi 100 lebih ini, diterbitkan oleh Rayhan Intermedia, Makassar, Cetakan Pertama September 2020.
Ada empat tema besar di buku ini. Semua subjudul diberi tagar, yaitu: 1. Beda Kota dengan Desaku, 2. Bangsa yang Tidak Selesai dengan Sejarahnya, 3. Kurapikan Ingatan dan Hatiku, serta 4. Cahaya Itu.
Di bagian pertama tulisan ini, saya ingin berbicara tentang satu puisi Rusdin Tompo, berjudul "Rumah Jabatan Walikota." Inilah puisi selengkapnya :
RUMAH JABATAN Â WALI KOTA
rumah putih menghadap pantai/
dengan pemandangan senja tak lagi istimewa/
setiap gelaran acara rupa-rupa makan minum/
diongkosi negara dari pajak rakyat/
selalu begitu setiap kali perjamuan/
senarai menu melimpah/
di ujung kegiatan, anggaran yang digelontorkan hanya
jadi sampah di depan rumah jabatan membentang jalan raya/
setiap akhir pekan berubah jadi kawasan car free day/
bebas kendaraan tak membebaskan kota dan penderitaan/
di antara kaki-kaki pejalan yang seliweran/
di antara kerumunan orang menawarkan dagangan/
tangan-tangan kecil pengemis tengadah berharap recehan/
biar bisa makan, meski hanya cukup seharian
rumah jabatan wali kota kulihat terbuka pagar besinya/
tapi sekelilingnya penuh CCTV dan penjaga/
terasa berjarak penuh curiga/
batas pemimpin dengan rakyat begitu nyata/
potret ironi itu ada di rumah jabatan wali kota/
potret yang kontras bisa ditengok pada kekumuhan warga".
-8 Oktober 2017-
Struktur puisi di atas terdiri dari 3 bait. Masing-masing bait mengusung ideologinya sendiri. Puisi bergaya narasi ini, secara utuh, adalah cerita kritis tentang paradigma seorang penyair terhadap kehidupan demokrasi.
Di mata Rusdin, citra sebuah rumah jabatan seringkali tidak mewakili suasana kehidupan demokrasi. Ia sekadar simbol kemewahan bagi dunia birokrasi, dan menjadi bentuk pengkhianatan terhadap nilai-nilai demokrasi.
(bersambung)