Oleh : Mahrus Andis, kritikus sastra tinggal di Bulukumba
Loyalitas di dunia birokrasi sering disalahartikan oleh banyak orang. Kesetiaan kepada pimpinan disederajatkan dengan kepatuhan mengeksekusi perintah atasan. Maka tidak perlu heran jika, suatu saat, kita menyaksikan kenyataan banyak kepala instansi terjebak persoalan hukum. Mengapa? Lantaran eksekusi perintah yang terlalu polos oleh bawahannya.
Rusdin Tompo, penyair dan esais Sulawesi Selatan, menulis puisi tentang makna loyalitas bawahan di mata pimpinan. Puisinya berjudul Lurah Baik tak Bernasib Baik dimuat dalam buku sehimpun puisi dengan judul Kata Sebagai Senjata (baca: KsS), penerbit Rayhan Intermedia-Makassar,2020, Rusdin menulis begini :
“... inilah smart city, kota dunia/
rasa aman warga terpantau lewat war room/
ruang-ruang diskusi seru sejak pagi
di kafe dan warung kopi/
ruang terbuka hijau minim/
trembesi ditebang berganti ketapang kencana/
umbul-umbul dan papan reklame/
jargon-jargon disematkan
biar terlihat gagah ... "
Pada bait puisi ini, penyair ingin bicara sebuah gagasan besar. Gagasan cerdas tentang kota dunia (smart city) yang sejak beberapa tahun menjadi jargon seorang Wali Kota.
(bersambung)