Dialog Ramadhan dan Buka Puasa Bersama ‘Membedah Karya Sastra Yudhistira Sukatanya’

Tanggal:

Follow Pedomanrakyat.co.id untuk mendapatkan informasi terkini.

Klik WhatsApp Channel  |  Google News

Laporan : Rachim Kallo (Bagian Kedua)

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR.

Bagian pertama sudah di wartakan kemarin, bagaimana Senator Ajiep Padindang merasa terganggun dengan judul “Nyanyian Sunyi” Karya Yudhistira Sukatanya. Dimana sang pengarang Kak Yudhi – begitu sapaan akrabnya menjawab terinspirasi dari karya Pramoedya Ananta Toer “Nyanyi Sunyi Seorang Bisu”, utamanya dalam desksripsi. Meski kata Moch. Hasymi Ibrahim dari perbincangannya dengan salah satu sahabat Pramoedya Ananta Toer, Nyanyi Sunyi itu hanya teman-temannya yang memberi judul, bukan dia sebagai penulis buku.

Anil Hukmah sebagai pembicara kedua di Dialog Ramadhan dan Buka Bersama “Membedah Karya Sastra Yudhistira Sukatanya” akan memberikan tanggapan beberapa dari Bukunya Yudhistira Sukatanya - Nyanyian Sunyi.

[caption id="attachment_12026" align="alignnone" width="850"] (foto : rk)[/caption]

Sebelum itu, Dr. H. Ajiep Padindang SE, MM selaku moderator dan fasilitator mengumpulkan budayawan, seniman, akademisi dalam dialog ramadhan diselenggarakan Balai Senator Ajiep Padindang bersama Lembaga Pengembangan Kesenian dan Kebudayaan Sulawesi Selatan (LAPAKKSS). Rabu (27/04/2022) di Lt. 2 Red Corner Makassar.

Dalam cerita pendek Bung Yudhi disini, kata Ajiep Padindang adalah mengekspresikan puisi seperti halaman 87, Judul Puisi Yang Terindah. Di dalamnya ada 3 puisi, semuanya dimulai dengan kalimat, Ya Tuhan, Engkau pasti Maha tahu (88), – Ya Tuhan malu rasanya lidahku menyebut namaMu (90), Ya Tuhan… Aku tak dapat berbuat apa-apa lagi (93).

Usai menarasikan penggalan-penggalan puisi yang termaktub dalam Puisi Yang Terindah, Pembina Lapakkss Ajiep Padindang mempersilakan Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi, Anil Hukmah, S.Sos., M.I.Kom - Universitas Islam Makassar (UIM).

[caption id="attachment_12024" align="alignnone" width="850"] (foto : rk)[/caption]

Menurut Anil Hukmah, ada beberapa tema-tema yang menarik dalam buku Nyanyian Sunyi, diantaranya tentang kehidupan sosial, sastra hijau (dia istilahkan) dan religius. Kenapa? Lanjut Anil, secara umum buku ini memuat 20 cerpen. Ketika dia membaca seluruh cerpen, dia berpendapat, memang buku ini di tulis kelihatan bahwa ditarik kemanapun, dia lancar menulis dengan tenang. Karena menyesuaikan tulisan itu kadang-kadang tidak sesuai apa yang kita duga.

Baca juga :  Buka Puasa Bersama Wartawan, JRM Ajak Sukseskan Even Toraja Carnaval di WRB

"Seperti yang saya istilahkan sastra hijau terutama judul percakapan sunyi. Saya melihat penulis peka menangkap persoalan-persoalan sosial-politik masyarakat. Kemudian menyulap ke dalam cerpen sederhana tetapi menyimpan kesan sangat dalam. Contoh cerpen pertama percakapan sunyi, dialog antara pohon Ara dan Ratu Lebah. Dimana pohon ara berdiri di pinggir jalan yang sudah lama mengabdi untuk menghijaukan kota tetapi disitu ada kegalauan karena dia takut di tebang. Padahal yang lebih cemas adalah Ratu Lebah, dimana lagi saya bisa menghirup bunga-bunga kalau kamu (pohon ara) sudah tidak ada lagi berdiri kokoh," tuturnya.

Dia mengira, ini modal dasar sebagai seorang penulis – kepekaan mengangkat fenomena-fenomena, apa nyata atau tidak nyata yang kemudian membingkai tema itu dengan pesan-pesan sufi yang sangat dalam.

Ulasan Anil lebih jauh tentang cerpen yang dia suka, Judul Bunga Trauma (halaman 53) yang berkaitan politik di Thailand (Tanjung Selatan) Patani – Negara bagian yang berpenduduk muslim. Memang disana, banyak ketidak-adilan sehingga penduduk banyak yang protes.

"Saya lihat, Yudhistira menangkap itu dari sebuah warga Negara dari Negara besar yang muslimnya minoritas. (Anil Hukmah banyak bercerita tentang pengalamannya ketika dia berada disana pada tahun 1999). Sebenarnya masih bisa dipertajam lagi tapi saya melihat dari berapa unsur yang membawa nilai implisit sebuah karya sastra – settingnya disini kuat," terangnya.

Di akhir pemaparannya, Anil pun menyukai buku ini yang settingnya di Aceh. Judul Minum Kopi di Banda Aceh (halaman 29). Bagaimana kejadian tsunami yang secara manusiawi kita dibawa masuk lewat dialog-dialog tokoh dengan penggambaran sangat bagus. Bagaimana korban, perasaan, dan hancurnya serta bagaimana harapan kepada pemerintah.

Baca juga :  Implementasikan Program GSMM, Disdikbud Pinrang Gelar Rakor Lintas Sektor

Terdengar aplaus dari tetamu yang hadir setelah Anil Hukmah menjadi pembicara buku karangan Yudhistira Sukatanya, yang diperkuat ajakan sang moderator Ajiep Padindang untuk memberikan kenang-kenangan masing-masing Fahmi Syarif (teaterawan/penulis/mantan akademisi), Yudhistira Sukatanya (penulis buku Nyanyian Sunyi, Moch. Hasymi Ibrahim (pembicara 1) dan Anil Hukmah (pembicara 2). (*bersambung)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Artikel Terkait

Diduga Mafia BBM Bersubsidi Jenis Solar Masih Merajalela di Belawan

PEDOMANRAKYAT, BELAWAN - Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis solar yang sah, diduga kuat dipasarkan beberapa pekerja SPBU...

Tempat Hiburan Malam Studio 21 Kembali Beroperasi, Ketua DPP KOMPI B Desak Kapolri Perintahkan Polda Sumut Tindak Tegas

PEDOMANRAKYAT, PEMATANGSIANTAR - Polemik seputar tempat hiburan malam Studio 21 kembali mencuat setelah lokasi tersebut kembali beroperasi bebas,...

Dirotasi ke Polres Palopo, Kompol Jhon Paerunan Kabag Ops Polres Palopo bersama AKP Idul Kasubagdalops Bagops

PEDOMANRAKYAT, LUWU RAYA - Kepolisian Resor Luwu, Sulawesi Selatan upacara pelantikan dan serahterima jabatan sejumlah pejabat utama dan...

BAP Kasus Dugaan Penipuan Kepala SMKN 1 Dolok Masihul Resmi Dikirim ke Kejaksaan

PEDOMANRAKYAT, MEDAN - Penanganan kasus dugaan penipuan dan penggelapan yang melibatkan Kepala SMKN 1 Dolok Masihul, Misrayani SPd...