Teluk Bima Tercemar Lendir Laut

Bagikan:

Tanggal:

Follow Pedomanrakyat.co.id untuk mendapatkan informasi terkini.

Klik WhatsApp Channel  |  Google News

Catatan M. Dahlan Abubakar (Tokoh Pers versi Dewan Pers)

BEBERAPA hari menjelang tutup bulan April 2022, tepatnya antara tanggal 24 s/d 28 April, ada pemandangan yang asing di sekitar Pantai Lawata, hingga Kalaki Teluk Bima, Kota/Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat.

Fenomena alam ini langsung viral ditingkahi gencarnya pemberitaan media sosial secara berantai. Sudah banyak yang menganggap ini merupakan eutrofikasi, yakni masalah lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah fosfat. Tak urung, Pertamina yang memiliki pelabuhan khusus bahan bakar minyak (BBM) di sebelah selatan Objek Wisata Lawata pun dituding. Pertamina menangkis tudingan itu.

Seperti diberitakan Kompas.com, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu menegaskan, pencemaran tersebut bukan berasal dari tumpahan minyak.

Dr. Syafyudin Yusuf. ST, M.Si, salah seorang dosen Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan (FIKP) Universitas Hasanuddin Makassar yang ikut terjun meneliti limbah tersebut menyebutkan, fenomena buih laut ini sempat membuat bingung banyak orang. Pasalnya, buih tersebut muncul di lokasi yang biasa digunakan tempat mandi-mandi warga Bima. Apalagi sudah dekat Lebaran, sehingga akan banyak warga yang ke pantai itu.

Syafyuddin M.Saleh yang tiba di Bima 29 April 2022 menjelaskan, buih ini sejak tanggal 26 April hingga 27 April 2022. Namun pada pagi hari 28 April buih ini sudah nyaris tak tampak lagi di lokasi awal karena terurai oleh faktor atmosferik dan oseanografi dalam Teluk Bima.

Bagi perairan laut Teluk Bima yang berbentuk semi tertutup, kata Syafyuddin, beban bahan pencemar dan sedimen terus disuplai dari daratan sekitarnya. Hampir semua gunung sudah dikonversi menjadi lahan pertanian yang membutuhkan pupuk. Pupuk pertanian dialirkan dari gunung dan sawah terakumulasi di badan Teluk Bima, sementara kawasan ini multifungsi. Seperti wisata bahari, pelabuhan umum, pelabuhan khusus pertamina, pelabuhan penyeberangan, perikanan tangkap dan budidaya, industri garam, fungsi layanan ekonomi pelabuhan niaga dan tempat pendaratan ikan hasil tangkap.

Baca juga :  Tim Tabur Berhasil Mengamankan Buronan Kasus Korupsi Pembangunan Pasar Rakyat

“Ada pula Depo Pertamina dan PLTU Bonto. Teluk Bima menerima bahan organik dan inorganik dari aktivitas daratan, terakumulasi dalam badan dan dasar perairan,” ujar Syafyuddin dalam percakapan dengan penulis melalui sambungan telepon 1 Mei 2022..

Dampaknya, akan terganggu kehidupan masyarakat terutama yang memanfaatkan hasil perikanan dan pariwisata Teluk Bima. Dari sekian banyak kegitan di Teluk Bima, satu hal yang mendapat perhatian lokal dan nasional secara ekologi Teluk Bima terlalu dibebani aktivitas manusia di daratan, seperti : adanya sedimentasi yang cukup besar dan kiriman bahan aktif dari pupuk tanaman jagung. Bahan pupuk akan sampai ke perairan Teluk Bima dan menimbulkan kesuburan berlebih (eutrofikasi) karena kelebihan nitrogen dari pupuk.

Akibatnya, plankton tumbuh subur dan akan mengalami kematian dalam waktu yang tidak lama. Tumpukan planton mati di dasar laut akhirnya menimbukan kumpulan bahan organik yang tinggi. Di dasar laut yang tidak berdinamika (tanpa arus)

Buih Organik

Fenomena kemunculan awal buih di Teluk Bima berawal dari kenampakan pada tanggal 24 April 2022 sore hari. Jumlahnya masih sedikit. Perlahan kemunculan buih ini semakin banyak pada tanggal 25 April 2022. Biasanya muncul pada sore hari setelah terik matahari dengan suhu di atas rata-rata harian. Puncak kemunculan gelatin laut ini terjadi pada tanggal 27 April pagi hingga sore hari dengan wlayah yang cukup luas mendekati Pantai Lawata, Pelabuhan Pertamina, lokasi wisata Wadu Mbolo, Panda dan Pantai Kalaki dengan areal seluas sekitar 8-10 km panjang pesisir dalam jumlah yang sangat banyak dan meluas.

Pemberitaan media sosial yang sungguh gencar dan viral sehingga masyarakat melakukan protes terhadap Depo Pertamina di Teluk Bima ini, dengan berbagai tuntutan dan tanggung jawab. Masyarakat menduga sumbernya dari tumpahan minyak dan kebocoran pipa. Bahkan organisasi lingkungan XX sudah mengeluarkan pernyataan resmi bahwa sumber pencemaran tersebut di duga dari tumpahan minyak Pertamina. Semengtara Pertamina sendiri memiliki standard operating procedure (SOP) dalam penanganan BBM di suatu depo.

Baca juga :  PMTI Akan Bangkitkan Kesejahteraan Lewat UMKM, Komjen Australia Akan Hadiri Event Akbar di Toraja

Pada tanggal 28 April bahan pencemar berupa “marine gel” ini terurai dan menyebar ke berbagai titik dalam Teluk Bima. Proses terurainya bahan pencemaran secara alami terus berlangsung hingga Sabtu, 30 April dan masih tersisa di beberapa tempat dan terus berpindah sesuai arah angin. Jika angin dari arah utara, dan berpadu dengan angin laut, maka buih gel ini akan berpindah ke selatan atau sebaliknya. Kasus kemunculan buih dari tengah laut didorong ke selatan akan menumpuk ke pantai timur Teluk Bima.

Syafyuddin Yusuf pada awal percakapan dengan penulis menyebutkan, pencemaran ini munculnya karena adanya “blooming alga”, yakni ledakan alga, yakni kondisi pada suatu perairan baik laut, kolam, danau maupun rawa mengalami ledakan populasi alga dan sianobakteri yang cukup besar.

Akibat ledakan alga ini permukaan laut berwarna kemerahan. Ini salah satu dampak dari “Blooming Alga”. Hal ini dapat terjadi akibat adanya nutrisi yang berlebih sehingga pembiakannya menjadi sangat tidak terkendali.

Berdasarkan referensi di media daring disebutkan, penyebab lain terjadinya Blooming Alga adalah pemanasan global yang mengakibatkan suhu perairan meningkat yang akan memicu aktivitas metabolisme alga dan mengakibatkan aktivitas pembelahan sel yang dilakukannya berlangsung lebih cepat. Pembuangan limbah yang mengandung banyak fosfat ke perairan seperti limbah detergen rumah tangga juga dapat menjadi faktor penyebab terjadinya blooming alga.

Dampak dari peristiwa ini adalah Kematian berbagai jenis organisme perairan karena paparan toksin/racun yang berasal dari hasil ekskresi alga. Selain itu, kadar oksigen terlarut di dalam air menjadi berkurang, karena terjadi “perebutan” oksigen antar-alga dan biota di dalam air yang lain.

Salah satu pencegahan yang dapat kita lakukan adalah dengan menggunakan detergen atau sabun yang bebas mengandung fosfat. Dengan begitu jumlah fosfat di perairan akan semakin berkurang sehingga peristiwa blooming alga dapat dihindari.

Baca juga :  Piala Eropa 2024: Jerman Singkirkan Denmark ke Perempat Final

Hasil pengamatan tim DLH Bima sebagaimana diliris “Pikiran Rakyat” menyebutkan, fenomena yang terjadi di Teluk Bima ini menjurus pada berkumpulnya lendir laut atau ingus laut (Sea Snot) yang sifatnya mirip gelatin dan krim.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Artikel Terkait

Kabel Trafo PLN di Bulukumba Raib, Warga Diminta Laporkan Tindak Kejahatan Kelistrikan

PEDOMANRAKYAT, BULUKUMBA -- Aksi pencurian kabel listrik kembali menghantui sistem kelistrikan di Kabupaten Bulukumba. Kali ini, dua gardu...

Perjuangkan Nasib Masyarakat Biringkassi, Rahmatia Kerap Unjukrasa Memprotes PT Semen Tonasa

PEDOMANRAKYAT, PANGKEP - Rahmatia, seorang ibu rumah tangga yangat sangat dikenal di kalangan karyawan PT Semen Tonasa. Itu...

Promo Nonton Bioskop Februari 2025: Diskon, Cashback, dan Penawaran Menarik di XXI, CGV, dan Cinepolis

PEDOMANRAKYAT - Kabar gembira bagi pecinta film! Menyambut Februari 2025, jaringan bioskop ternama seperti XXI, CGV, dan Cinepolis...

Komisi I DPRD Pinrang Gelar RDP Soal Ternak Sapi yang Berkeliaran

PEDOMANRAKYAT, PINRANG - Polemik terkait ternak sapi yang berkeliaran dan merusak perkebunan warga di Desa Malimpung, Kecamatan Patampanua...