Oleh : H Hasaruddin, Guru Besar UIN Alauddin Makassar
Ramadan baru saja meninggalkan kita dengan segala pernak-pernik harapan agar nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dapat diaplikasikan pada sebelas bulan yang akan datang. Salah satu nilai yang perlu dilestarikan adalah ahlak.
Ada kata-kata menarik yang semoga dapat menggugah kita semua, “Suatu bangsa dapat bertahan dan mengalami kemajuan, jika negara tersebut mempertahankan nilai-nilai akhlak di dalamnya, akan tetapi jika akhlak sudah tidak ada pada suatu bangsa, maka tunggulah kehancuran bangsa tersebut.”
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya saya diutus oleh Allah SWT untuk menyempurnakan akhlak yang baik.”
Nurchalish Madjid mengatakan, “Jika pengertian akhlak yang amat luas dibatasi hanya kepada etika sosial, maka sudah merupakan pendapat para pakar ilmu-ilmu sosial, bahwa bangsa yang kuat dan maju inilah yang bangsa etikanya tegar, tidak lemah. Amerika Serikat misalnya, adalah bangsa yang etika sosialnya tegar, sehingga tidak mentolerir bentuk penyelewengan apapun yang dilakukan warga negara, apalagi pejabat yang akan mempengaruhi publik.”
Nurchalis Madjid mencontohkan, seorang Gary Hart, mantan bakal calon presiden yang amat cerah dan memberi harapan, jatuh tak tertolong hanya karena di suatu malam Minggu, ketika isterinya pulang mudik ke Denver, Colorado, flatnya di Washington terlihat dimasuki seorang wanita, yang ternyata foto model dari Miami, Florida, bernama Donna Rice. Usut punya usut ternyata wanita tersebut, sudah dipacari sejak lama.
Nampaknya, kejatuhan Gary Hart itu seperti suatu bentuk kemunafikan Amerika, karena bukankah di negeri tersebut free sex dikenal luas? Tapi untuk memahaminya, mungkin kita harus melihat bagaimana mereka membedakan antara suatu tindakan pribadi dan tindakan yang bisa mempengaruhi masyarakat luas karena dilakukan oleh seorang public figure.