Oleh : H Hasaruddin, Guru Besar UIN Alauddin Makassar
Allah SWT telah menjadikan umat Islam sebagai umat penengah bagi umat manusia untuk menjadi saksi bagi seluruh umat manusia. Betapa mulianya ajaran agama yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad SAW, jika umat Islam merenungi dengan saksama ajaran yang dibawa oleh Rasulullah SAW.
Berikut, saya tulis kembali secara utuh tulisan yang pernah ditulis oleh almarhum Nurchalish Madjid (Allahummagfir lahu), tentang betapa agama Islam layak menjadi panutan bagi seluruh umat manusia.
Dokumen Aelia adalah naskah perjanjian yang dibuat oleh Khalifah Umar ibn al Khattab dengan penduduk Aelia, nama lain untuk Kota Yerusalem, saat kota tersebut ditaklukan dengan damai oleh Khalifah Umar ibn al Khattab.
Yerusalem adalah kota suci tiga agama; Yahudi, Islam, dan Kristen. Karenanya, penting kota tersebut bagi kaum Muslimin, Patriak yang menguasai kota tersebut tidak menyerahkannya kepada kaum muslimin, kecuali Khalifah Umar ibn al- Khattab datang menerimanya secara pribadi.
Bagi kaum Muslimin, Yerusalem adalah al-Quds atau Bait al-Maqdis. Artinya, Kota Suci. Pandangan seperti ini juga telah dimiliki oleh masyarakat Arab sebelum Islam.
Tetapi ada nama lain untuk kota suci tersebut, yaitu Aelia Capitolina, disingkat Aelia. Saat kota Aelia ditaklukan oleh umat Islam, nama Aelia sangat melekat. Oleh karena itu, saat perjanjian dibuat oleh kaum Muslimin bersama penduduk setempat, perjanjian tersebut disebut juga sebagai “Dokumen Aelia”.
Sejarah nama Aelia itu sendiri cukup menarik. Ketika Yerusalem dihancurkan oleh Kaisar Titus dari Roma tahun 70 M, maka saking bencinya kepada kaum Yahudi, Titus memutuskan menghapus segala sisa keyahudiaan dari kota tersebut. Lalu, di atas Masjidil Aqsa yang telah diruntuhkannya didirikan bangunan untuk memuja dewa Aelia, lengkap dengan patung berhala Romawi.
Ketika Yerusalem berada di bawah kekuasaan kaum Kristen dari Bizantium, bangunan untuk memuja dewa Aelia tersebut telah runtuh. Namun tidak berarti kebencian terhadap kaum Yahudi juga berakhir. Justeru kaum Kristen menunjukkan kebencian mereka dengan menjadikan puncak bukit Moria, letak bekas bangunan suci Madjidil Aqsa, dijadikan tempat pembuangan sampah.
Para pakar sejarah, salah satunya Ibnu Taimiyah, menuturkan bagaimana sampah menggunung di atas kiblat Yahudi, termasuk kiblat umat Islam untuk beberapa waktu lamanya, sebagai penghinaan kaum Kristen terhadap kaum Yahudi. Inilah yang membuat Umar ibn al Khattab sangat marah, kemudian Umar memerintahkan patriak Kristen untuk membersihkan tempat tersebut.
Dari peristiwa tersebut, dapat dilihat bagaimana sikap kaum Muslimin terhadap penganut agama lain, khususnya ahl al Kitab, seperti Yahudi dan Kristen, yakni sikap menghormati dan menghargai umat agama lain.
Di dalam dokumen Aelia, umat Islam menjamin kebebasan, keamanan, dan kesejahteraan kaum Kristen beserta seluruh lembaga keagamaan mereka. Bahkan, berbeda dengan penguasa Kristen sebelumnya, penguasa Islam justeru mengizinkan kaum Yahudi untuk menetap di Yerusalem.
Namun karena kaum Kristen keberatan jika disatukan dan dicampur dengan kaum Yahudi, maka Umar membagi Yerusalem menjadi beberapa sektor, Islam, Yahudi, dan Kristen.
Umat Kristen sangat senang dan bergembira dengan kebijakan politik Umar tersebut, dan merasa berbahagia berada di bawah kekuasaan kaum Muslimin. Sebab sebelumnya, ketika berada di bawah kekuasaan Bizantium, sebagian mereka mengalami penindasan keagamaan karena sekte mereka tidak diakui oleh Gereja Ortodoks di Konstantinopel.
Demikian halnya yang dialami dan dirasakan oleh kaum Yahudi, mereka sangat berbahagia, karena setelah ratusan tahun, mereka baru dapat kembali menetap di Yerusalem di bawah perlindungan kaum Muslimin.
Mengapa Umar menempuh politik yang begitu liberal? Setidaknya, Umar telah mencontoh dan mengikuti panutan yang sangat beliau kagumi, Rasulullah Muhammad SAW yang telah membuat “Konstitusi Madinah” yang amat populer tersebut. Allah A'lam
Watampone, 04 Mei 2022