Laporan M. Dahlan Abubakar
DALAM hidupnya, Ina Sei sekeluarga selalu menciptakan hubungan silaturahim dengan siapa pun. Tidak pernah bersilang sengketa dengan siapa pun. Ini merupakan modal agar tidak ada pihak yang merasa iri dengan bisnisnya.
Meskipun anak-anaknya sudah menempuh pendidikan tinggi, namun pada hari libur (pascalebaran ketika penulis berkunjung), tidak malu-malu membantu kedua orangnya melayani orang yang hendak “diobati” penyakit laparnya.
Pelayanan Ina Sei hanya berlangsung hingga pukul 18.00 Wita (magrib). Malam hari istirahat. Ina Sei dan Midun, panggilan suaminya saat kecil dan ketika masih sekolah dulu, bermalam di saungnya, sementara anak-anaknya tinggal di Desa Nanga Wera. Ketiga anaknya masing-masing sudah memiliki rumah.