Demikian pula, kewajiban memperhatikan kaum terlantar. Jika tidak dilakukan sepenuhnya, akan mengakibatkan hancurnya masyarakat bersangkutan, kemudian diganti oleh Allah SWT dengan masyarakat yang lain.
Oleh karenanya, Rasulullah SAW berpesan dalam sebuah khotbahnya menyampaikan, agar masyarakat memperhatikan nasib kaum buruh. Mereka yang tidak memperhatikan masyarakat kecil, akan menjadi musuh pribadi Nabi SAW di hari kemudian.
Sebelum wafat, Nabi SAW pernah berpesan, “Wahai sekalian manusia! Ingatlah Allah! Ingatlah Allah, dalam agamamu dan amanatmu sekalian. Ingatlah Allah! Ingatlah Allah, berkenaan dengan orang-orang yang kamu kuasai dengan tangan kananmu! Berilah mereka makan seperti yang kamu makan, dan berilah mereka pakaian seperti yang kamu pakai. Dan janganlah kamu bebani mereka dengan beban yang mereka tidak sanggup menanggungnya. Sebab sesungguhnya mereka adalah daging, darah, dan makhluk sebagaimana kalian sendiri. Berhati- hatilah. Barangsiapa bertindak aniaya kepada masyarakat kecil, maka akulah musuhnya di Hari Kiamat dan Allah SWT adalah Hakimnya.”
Demikian salah satu dari banyak ajaran Nabi SAW yang menegaskan kewajiban kita menegakkan keadilan. Implikasi dari usaha menegakkan keadilan itu ialah memperjuangkan golongan yang “tidak beruntung” nasibnya di dunia ini, termasuk mereka yang dalam Alquran disebutkan hidup berkalang tanah.
Dalam ayat terakhir surat Muhammad ditegaskan, bahwasanya kalau kita tidak bersedia menyisihkan sebagian dari harta kita untuk digunakan di jalan Allah SWT, maka Allah SWT akan menghancurkan kita, dan akan menggantikan kita dengan golongan lain.
Secara historis, ancaman Allah SWT itu sudah terbukti berkali-kali, berupa kekalahan umat Islam oleh bangsa-bangsa lain yang menimbulkan kesengsaraan luar biasa.
Allah memang menjanjikan kemenangan bagi mereka “yang dibuat lemah” atau mereka yang tertindas, dan Allah menjanjikan untuk menjadikan mereka itu para pemimpin dan penguasa di muka bumi. Allah A’lam.
Tulisan ini terinspirasi dari salah satu tulisan Allahummagfir lahu, Prof Dr Nurchalis Madjid. ***
Makassar, 28 Mei 2022