Oleh : H Hasaruddin, Guru Besar UIN Alauddin Makassar
Ketika terjadi polemik antara Nabi Muhammad SAW di satu pihak dan kaum Nasrani serta Yahudi di pihak lain tentang Nabi Ibrahim AS, Rasulullah SAW menerima wahyu bahwa Nabi Ibrahim bukan seorang Nasrani ataupun Yahudi, melainkan seorang yang hanif dan muslim.
Apalagi, secara historis Nabi Ibrahim AS tampil jauh terlebih dahulu daripada Musa AS dan Isa AS. Ketika disebutkan bahwa Nabi Ibrahim AS seorang yang hanif dan muslim, maka pengertiannya, ia hanyalah mengikuti kebenaran jalan hidup yang asli, primordial, dan perenial, yang tidak berubah sepanjang masa.
Itu semua berpangkal dari fitrah manusia yang suci, dan itulah semua agama yang tegak lurus yang kebanyakan manusia tidak mengetahui. Kemudian Nabi Muhammad SAW diperintahkan mengikuti agama Nabi Ibrahim tersebut. Ditegaskan dalam Alquran bahwa sebaik-baik agama adalah yang mengikuti teladan Nabi Ibrahim AS dan barang siapa yang membenci agama Nabi Ibrahim AS maka sesungguhnya ia membodohi diri sendiri.
Hakikat dasar kemanusiaan, termasuk keharusan menegakkan keadilan, merupakan bagian dari Sunnatullah, karena adanya fithrah manusia dari Allah SWT dan perjanjian primordial antara manusia dan Allah SWT.
Sebagai Sunnatullah, keharusan menegakkan keadilan merupakan hukum yang obyektif. Tidak tergantung kepada kemauan pribadi manusia siapa pun juga, dan tidak akan berubah. Hal ini disebut dalam Alquran sebagai hukum kosmis, yaitu hukum keseimbangan yang menjadi hukum jagad raya.
Karena hakikatnya yang obyektif dan tidak akan berubah tersebut, maka menegakkan keadilan akan menciptakan kebaikan, siapa pun yang melaksanakannya, dan pelanggaran terhadapnya akan mengakibatkan malapetaka, siapapun yang melakukannya.
Karena itu keadilan di dalam Alquran harus dijalankan dengan teguh sekalipun mengenai karib-kerabat dan sanak-famili ataupun teman-teman sendiri. Jangan sampai, kepada suatu golongan membuat orang tidak mampu menegakkan keadilan yang disebutkan sebagai perbuatan yang paling mendekati takwa kepada Allah SWT.
Maka masyarakat yang tidak menjalankan keadilan dan sebaliknya membiarkan kemewahan yang antisosial, akan dihancurkan oleh Allah SWT.
Demikian pula, kewajiban memperhatikan kaum terlantar. Jika tidak dilakukan sepenuhnya, akan mengakibatkan hancurnya masyarakat bersangkutan, kemudian diganti oleh Allah SWT dengan masyarakat yang lain.
Oleh karenanya, Rasulullah SAW berpesan dalam sebuah khotbahnya menyampaikan, agar masyarakat memperhatikan nasib kaum buruh. Mereka yang tidak memperhatikan masyarakat kecil, akan menjadi musuh pribadi Nabi SAW di hari kemudian.
Sebelum wafat, Nabi SAW pernah berpesan, “Wahai sekalian manusia! Ingatlah Allah! Ingatlah Allah, dalam agamamu dan amanatmu sekalian. Ingatlah Allah! Ingatlah Allah, berkenaan dengan orang-orang yang kamu kuasai dengan tangan kananmu! Berilah mereka makan seperti yang kamu makan, dan berilah mereka pakaian seperti yang kamu pakai. Dan janganlah kamu bebani mereka dengan beban yang mereka tidak sanggup menanggungnya. Sebab sesungguhnya mereka adalah daging, darah, dan makhluk sebagaimana kalian sendiri. Berhati- hatilah. Barangsiapa bertindak aniaya kepada masyarakat kecil, maka akulah musuhnya di Hari Kiamat dan Allah SWT adalah Hakimnya.”
Demikian salah satu dari banyak ajaran Nabi SAW yang menegaskan kewajiban kita menegakkan keadilan. Implikasi dari usaha menegakkan keadilan itu ialah memperjuangkan golongan yang “tidak beruntung” nasibnya di dunia ini, termasuk mereka yang dalam Alquran disebutkan hidup berkalang tanah.
Dalam ayat terakhir surat Muhammad ditegaskan, bahwasanya kalau kita tidak bersedia menyisihkan sebagian dari harta kita untuk digunakan di jalan Allah SWT, maka Allah SWT akan menghancurkan kita, dan akan menggantikan kita dengan golongan lain.
Secara historis, ancaman Allah SWT itu sudah terbukti berkali-kali, berupa kekalahan umat Islam oleh bangsa-bangsa lain yang menimbulkan kesengsaraan luar biasa.
Allah memang menjanjikan kemenangan bagi mereka “yang dibuat lemah” atau mereka yang tertindas, dan Allah menjanjikan untuk menjadikan mereka itu para pemimpin dan penguasa di muka bumi. Allah A'lam.
Tulisan ini terinspirasi dari salah satu tulisan Allahummagfir lahu, Prof Dr Nurchalis Madjid. ***
Makassar, 28 Mei 2022