KPPU Simpulkan Tren Penurunan Harga CPO Tidak Diiringi Penurunan Harga Minyak Goreng Kemasan

Bagikan:

Tanggal:

Follow Pedomanrakyat.co.id untuk mendapatkan informasi terkini.

Klik WhatsApp Channel  |  Google News

Angka ini termasuk dalam kriteria ketimpangan distribusi pemilikan tanah yang tinggi. Selain itu dari data BPS dan Kementerian Pertanian Tahun 2019 yang diolah, dapat dilihat ketimpangan penguasaan lahan perkebunan sawit diantara pelaku usaha perkebunan. Jumlah pekebun rakyat mencapai 99,92% dari total pelaku usaha perkebunan sawit, tetapi hanya menguasai 41,35% lahan. Sementara jumlah Perusahaan Perkebunan Swasta hanya 0,07% dari total pelaku usaha perkebunan sawit, tetapi menguasai lahan seluas 54,42%.

Angka ini masih di atas jumlah Perusahaan Perkebunan Negara yang berjumlah 0,01% dari total pelaku usaha perkebunan sawit, dengan penguasaan lahan sebesar 4,23%. Kemudian data BPS dan Kementan yang diolah juga memperlihatkan perkebunan swasta memiliki penguasaan lahan yang lebih besar dengan rata-rata luas lahan 4.247 hektar.

Dengan melihat data tersebut, maka dapat diperkirakan kepemilikan lahan oleh sekelompok pelaku usaha akan menghasilkan angka ketimpangan yang lebih tinggi.

Sementara itu UU Agraria dan UU Perkebunan mengamanatkan pembatasan luasan lahan yang dapat dikuasai untuk melakukan usaha perkebunan. Pembatasan diatur dalam Permentan 98/2013 tentang Izin Usaha untuk perusahaan/kelompok /grup perusahaan, yakni untuk tanaman kelapa sawit dibatasi 100.000 hektar. Sementara PP No. 26 tahun 2021 tentang penyelenggaraan Bidang Pertanian mengatur pembatasan luas lahan Perkebunan berdasarkan izin usaha untuk 1 perusahaan perkebunan.

Namun pada kenyataannya beberapa kelompok pelaku usaha perkebunan memiliki lahan lebih dari 100.000 ha. Kondisi ini perlu diperhatikan mengingat penguasaan lahan yang terlalu besar akan berpotensi membawa permasalahan persaingan usaha terkait kontrol di sisi hilir produk.

“Dari analisis yang dilakukan KPPU, diketahui bahwa ada 5 (lima) perusahaan besar penghasil minyak goreng di Indonesia, memiliki luasan lahan sawit terbesar dan melebihi ketentuan terkait Izin Usaha Perkebunan Kelapa Sawit,” jelas Nuring.

Baca juga :  Kasus Pencabulan Anak Umur 5 Tahun Terbongkar Setelah Nenek Korban Cium Bau 'Cairan Pria'

Untuk itu, KPPU menilai pentingnya pengaturan pembatasan penguasaan lahan dalam kelompok pelaku usaha karena berpotensi membawa permasalahan persaingan usaha terkait penguasaan lahan dan kontrol di sisi hilir produk. KPPU juga melihat bahwa penguasaan lahan melalui pengambilalihan saham/aset menjadi salah satu strategi penguasan lahan.

Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya penerimaan 10 (sepuluh) notifikasi transaksi akuisisi ke KPPU pada tahun 2021 yang berkaitan dengan industri kelapa sawit. Enam notifikasi di antaranya adalah pengambilalihan saham oleh perusahaan asing (Malaysia) dan 4 notifikasi adalah pengambilalihan saham antar perusahaan lokal. Oleh karenanya, ke depan KPPU akan mempertimbangkan status penguasaan lahan berupa HGU/IUP dalam proses penilaian notifikasi merger dan akuisisi di sektor perkebunan.

Selain persoalan harga dan kepemilikan lahan, KPPU turut menyampaikan perkembangan investigasi perkara dugaan pelanggaran persaingan usaha pada industri minyak goreng.

Direktur Investigasi Gopprera Panggabean menjelaskan bahwa proses penyelidikan masih berlangsung hingga 5 Juli mendatang, sebelum diputuskan apakah akan ditingkatkan statusnya pada proses persidangan atau tidak.

Dalam proses, KPPU telah melakukan pemanggilan atas 41 (empat puluh satu) pihak, termasuk atas 8 (delapan) kelompok besar produsen minyak goreng. Dua puluh tujuh pihak telah memenuhi panggilan KPPU tersebut. Empat belas diantaranya merupakan produsen minyak goreng, yakni PT. Agro Makmur Raya, PT. Intibenua Perkasatama, PT. Mikie Oleo Nabati Industri, PT. Musim Mas, PT. Salim Ivomas Pratama, PT. Agrindo Indah Persada, PT. Multi Nabati Sulawesi, PT. Incasi Raya, PT. Selago Makmur Plantation, PT. Nagamas Palm Oil Lestari, PT. Nubika Jaya, PT. Pelita Agung Agriindustri, PT. Permata Hijau Sawit, dan PT Pacific Medan Industri. KPPU saat ini masih terus melakukan pemanggilan atas pelaku usaha lain dalam proses penyelidikannya.

Baca juga :  Ini yang Dilakukan Kasi Provos Polres Luwu Utara Datangi Polsek Sabbang

Ketua KPPU menyampaikan agar masyarakat mendukung KPPU dalam penanganan isu ini, karena sampai kapan pun industri minyak goreng tidak akan berubah apabila industri di hulunya tidak dilakukan penataan.

“Sebagai produsen terbesar sawit di dunia, seharusnya Indonesia bisa menjadi penentu harga pasar CPO di dunia. Harga minyak goreng naik karena harga internasional tinggi tidak bisa menjadi alasan yang diterima,” tutup Ketua KPPU. (*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Artikel Terkait

MK Tolak Gugatan Ombas – Marten, Bupati Baru Toraja Utara Siap Dilantik

PEDOMANRAKYAT, JAKARTA.- Gugatan Pasangan Ombas-Marten nomor urut 1 atas Pilkada 2024 berakhir setelah pembacaan amar putusan oleh MK,...

Kanit Intelkam Polsek Kurima Ditembak OTK, Polri Lakukan Penyelidikan

PEDOMANRAKYAT, YAHUKIMO - Seorang anggota Polsek Kurima, Kabupaten Yahukimo, Papua Pegunungan, diduga menjadi korban penembakan oleh dua orang...

Kolonel Inf Dannie Hendra Hadiri Rapat Strategis DPD RI Bahas RUU Perkotaan

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR – Pamen Ahli Bidang Ideologi Politik (Idpol) Poksahli Pangdam XIV/Hasanuddin, Kolonel Inf Dannie Hendra, turut serta...

Gandeng Dinkes. Pegawai dan Mitra PLN ULP Tanete Jalani Cek Kesehatan

PEDOMANRAKYAT, BULUKUMBA -- Dalam rangka memperingati Bulan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Nasional, PT PLN (Persero) Unit Layanan...