Oleh : H Hasaruddin, Guru Besar UIN Alauddin Makassar
Mereka yang senantiasa menasihati orang lain untuk tidak berbohong dan senantiasa berkata jujur, namun faktanya orang tersebut gemar dan suka berbohong, maka yang bersangkutan dapat disebut sebagai seseorang yang tidak menyatunya kata dan perbuatan.
Ungkapan tidak menyatunya kata dan perbuatan merupakan kalimat yang agak sopan bagi mereka yang tidak melaksanakan kebaikan yang dianjurkan kepada orang lain, kasarnya mereka disebut sebagai orang munafik.
Sikap munafik, adalah tidak menyatunya kata dan perbuatan. Rasulullah SAW mengisyaratkan ciri orang munafik ada tiga. Pertama, jika berkata ia bohong, Kedua, jika berjanji senantiasa diingkari, dan ketiga mengkhianati amanah yang dipercayakan kepadanya.
Alquran 61: 2-3, mengecam mereka yang senantiasa mengumbar kata-kata dalam melaksanakan kebaikan, namun mereka tidak melakukannya.
Surat ini mengingatkan, orang-orang yang percaya kepada Allah SWT untuk tidak menyatakan sesuatu yang tidak mereka lakukan. Perintah agar orang beriman menyatukan kata dan perbuatan, agar mereka tidak termasuk ke dalam golongan kaum munafik, lain di bibir, lain di hati.
Manusia yang memiliki terbiasa mengucapkan yang tidak dilakukannya, akan senantiasa gelisah atau tidak tenteram hidupnya. Kalau seseorang hidupnya tidak tenteram, lantas bagaimana mereka dapat menikmati kebahagiaan? Kaum munafik adalah mereka yang senantiasa melawan hati nuraninya sendiri.
Islam mengajarkan, ketika seseorang jujur pada diri sendiri bukanlah semata-mata karena adanya dampak keluar yang positif dari padanya, tapi juga karena dampak ke dalam berupa ketenteraman yang menjadi pangkal kebahagiaan itu sendiri.
Mantan presiden Amerika Serikat, Abraham Lincoln, konon pernah berkata, ”Kamu dapat menipu satu orang selama-lamanya; kamu juga dapat menipu orang satu saat; tapi kamu tidak akan dapat menipu orang selama-lamanya.”
Betapa ada saja seseorang yang selama hidupnya tertipu oleh orang lain, seperti misalnya pemerintah yang tidak adil; tapi dalam sejarah tidak ada suatu masyarakat atau bangsa yang selamanya tertipu oleh pihak lain, termasuk suatu pemerintahan.
Cepat atau lambat, masyarakat atau bangsa itu akan bangkit kesadarannya untuk meluruskan yang bengkok, secara atau dengan cara lain.
Ucapan Lincoln, akan menjadi sempurna jika ditambahkan, “Kamu tidak akan mampu menipu hati nuranimu sendiri, sebab hati nurani itu tunggal, dan selamanya hanya membisiki yang benar dan baik.”
Seorang pemimpin yang bijak, hendaknya tidak memiliki sifat munafik, yang tidak menyatunya kata dan perbuatan. Seorang pemimpin yang bersifat munafik, lambat laun akan kehilangan wibawa dan menjadi sasaran sinisme banyak orang.
Ketika sifat munafik tidak ditinggalkan oleh seorang pemimpin, bisa saja dia kehilangan kebahagiaan sendiri, juga akan kehilangan efektivitas kepemimpinan. Maka hal tersebut dapat merugikan dirinya sendiri, juga tatanan masyarakat yang di pimpinnya. Allah A'lam. ***
Makassar, 07 Juni 2022