Kosmopolitanisme Islam

Tanggal:

Follow Pedomanrakyat.co.id untuk mendapatkan informasi terkini.

Klik WhatsApp Channel  |  Google News

Oleh : H Hasaruddin, Guru Besar UIN Alauddin Makassar

Ahl al-Kitab adalah konsep yang memberi pengakuan tertentu kepada penganut agama lain yang memiliki kitab suci. Ini tidak berarti memandang semua agama adalah sama--suatu hal yang mustahil, mengingat kenyataannya agama yang ada adalah berbeda-beda dalam banyak hal yang prinsipil, tapi memberi pengakuan sebatas hak masing-masing untuk berada dengan kebebasan menjalankan agama masing-masing.

Para ahli mengakui konsep ini dalam Islam. Sebelum Islam, praktis konsep tersebut tidak pernah ada, sebagaimana diungkapkan oleh Cyril Glasse, “...kenyataan bahwa sebuah Wahyu (Islam) menyebut wahyu-wahyu yang lain sebagai absah adalah kejadian luar biasa dalam sejarah agama-agama. Juga dampak sosio-keagamaan dan sosio-kultural konsep ini sungguh luar biasa, sehingga Islam benar-benar merupakan ajaran yang pertama kali memperkenalkan pandangan tentang toleransi dan kebebasan beragama kepada umat manusia.”

Bertrand Russel, seorang ateis radikal yang sangat kritis kepada agama-agama misalnya, mengakui kelebihan Islam atas agama-agama yang lain sebagai agama yang lapang atau kurang fanatik, sehingga, menurut dia, sejumlah kecil tentara Muslim mampu memerintah daerah kekuasaan yang amat luas, berkat konsep tentang Ahl al-Kitab.

Konsep tentang Ahl al-Kitab ini juga memiliki dampak dalam pengembangan budaya dan peradaban Islam yang gemilang, sebagai hasil kosmopolitanisme berdasarkan tata masyarakat yang terbuka dan toleran.

Ini antara lain dicatat dengan penuh penghargaan oleh para ahli berkenaan dengan, misalnya, pembebasan Spanyol oleh tentara Muslim, pada tahun 711 Masehi. Pembebasan Spanyol oleh kaum Muslim itu mengakhiri kezaliman keagamaan yang sudah berlangsung satu abad lebih, kemudian selama paling tidak 500 tahun kaum Muslim menciptakan tatanan sosial-politik yang kosmopolit, terbuka dan toleran.

Semua kelompok agama yang ada, khususnya kaum Muslim sendiri, beserta kaum Yahudi dan Kristen, mendukung dan menyertai peradaban yang berkembang gemilang. Keadaan yang serba serasi dan dan produktif itu buyar setelah terjadi penaklukan kembali atas Semenanjung Liberia tersebut yang kemudian diikuti dengan konversi atau pemindahan agama secara paksa terhadap kaum Yahudi dan Islam.

Baca juga :  Timsel Umumkan Hasil Tes Potensi, Andi Hasdullah : Saya Mohon Dukungan dari Sahabat

Konsep tentang ahl al-Kitab merupakan salah satu tonggak bagi semangat kosmopolitanisme Islam yang sangat terkenal. Dengan pandangan dan orientasi mondial yang positif tersebut kaum Muslim di masa klasik berhasil menciptakan ilmu pengetahuan yang benar-benar berdimensi universal, dengan dukungan dari semua pihak.

Sebagaimana dikemukakan oleh seorang orientalis beragama Yahudi, Bertrand Russel, “Pada masa-masa awal, banyak pergaulan sosial yang lancar terdapat di antara kaum Muslim, Kristen, dan Yahudi, sementara menganut agama masing- masing, mereka membentuk masyarakat yang satu, dimana perkawanan pribadi, kerja sama bisnis, hubungan guru murid dalam ilmu, dan bentuk-bentuk aktivitas bersama lainnya berjalan normal dan, sungguh, umum dimana-mana.

Kerja sama budaya ini dibuktikan dalam banyak cara. Misalnya, kita dapatkan beberapa kamus biografi para dokter yang terkenal. Karya-karya ini, meskipun ditulis oleh orang Muslim, mencakup para dokter Muslim, Kristen, dan Yahudi tanpa perbedaan.

Dari kumpulan biografi besar tersebut bahkan dimungkinkan menyusun semacam proposografi dari profesi kedokteran--untuk melacak garis hidup beberapa beberapa ratus dokter praktek di dunia Islam.

Dari sumber-sumber ini, kita mendapatkan gambaran yang jelas tentang adanya usaha bersama. Di rumah- rumah sakit dan di tempat praktik pribadi, para dokter dari tiga agama tersebut bekerjasama sebagai asisten atau rekan kerja, saling membaca buku mereka, dan saling menerima yang lain sebagai murid.

Tidak ada yang menyerupai semacam pemisahan yang biasa didapati di dunia Kristen Barat pada masa ini atau di dunia Islam pada masa kemudian.”

Sebagian fakta sejarah yang dikemukakan itu masih bertahan hingga kini. Banyak orang menyatakan bahwa kebebasan beragama dan toleransi antar- penganut berbagai agama terjamin dalam masyarakat yang berpenduduk mayoritas Islam, dan tidak sebaliknya.

Baca juga :  Kunker ke Sulsel, Makassar Siap Sambut Kedatangan RI-1

Dalam berita sehari-hari jarang sekali diketemukan berita tentang masalah golongan non-Muslim di tengah masyarakat Islam. Tetapi sebaliknya, selalu terdapat kesulitan pada kaum Muslim yang hidup di tengah mayoritas non-Muslim.

Fakta ini sangat sulit diingkari, sekalipun setiap gejala sosial-keagamaan juga dapat dijelaskan dari sudut pandang lain di luar sudut pandang keagamaan mereka. Allah A'lam. ***

Makassar, 08 Juni 2022

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Artikel Terkait

Direktur LBH Tana Luwu Minta Kapolda Sulsel Bertindak: Tangkap Kelompok Kriminal Bermotor Yang Mengancam Mahasiswa di Makassar

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR — Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Tana Luwu, Hasmin Suleman, SH, MH, secara tegas mendesak Kapolda...

Muliawan Adyakza Makmur, Menyatukan Pemuda Palopo, Merawat Harapan Kota

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR — Di sebuah kota pesisir Sulawesi Selatan yang perlahan bergeliat menjawab tantangan zaman, muncul sosok muda...

Nuryadin, Calon Ketua KNPI Palopo Ajak Pemuda Berkontribusi Pada Pembangunan Di Daerahnya

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR -- Pemuda dituntut mampu menjawab setiap tantangan yang ada, khususnya kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai generasi...

Adakan Rapat Perdana, Ini Penegasan Ketua PGRI Sinjai

PEDOMANRAKYAT, SINJAI -- Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Sinjai Kepengurusan periode 2025–2030 menggelar Rapat Kerja perdana di...