Kebijakan Hukum Soal AKBP Brotoseno Dikhawatirkan Melanggar Hukum

Tanggal:

Follow Pedomanrakyat.co.id untuk mendapatkan informasi terkini.

Klik WhatsApp Channel  |  Google News

PEDOMANRAKYAT, MEDAN - "Transformasi substantif yang dilakukan Kapolri Jenderal Polisi Drs. Listiyo Sigit Prabowo, MSI dengan melakukan revisi terhadap peraturan Kapolri terkait etika profesi Polri termasuk susunan organisasi dan tata kerja komisi etik Polri berdasarkan hasil diskusi dengan sejumlah ahli hukum pidana perlu diapresiasi," ujar Dosen Pascasarjana dan Ketua Prodi Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara serta alumni Program Doktor Ilmu Universitas Padjadjaran Bandung yakni Dr. Alpi Sahari, SH. M. Hum.

"Revisi Perkap ini sebagaimana dikemukakan oleh Jenderal Listiyo Sigit Prabowo dalam keterangannya antara lain, Polri memperhatikan apa yang menjadi aspirasi masyarakat, yang salah satunya adalah di dalam perubahan Perkap tersebut kami jadikan satu menjadi peraturan Kepolisian dengan menambahkan klausula mekanisme peninjauan kembali terhadap putusan-putusan yang dikeluarkan kembali oleh sidang komisi kode etik,” jelas Dr Alpi, Jumat (10/06/2022).

Pernyataan Kapolri Jenderal Listiyo Sigit Prawobo ini diartikan membentuk hukum baru dengan merumuskan norma peninjauan kembali yang sebelumnya belum diatur dalam Perkap terhadap putusan komisi etik Polri yang telah berkekuatan hukum tetap.

Komisi etik yang menyidangkan AKBP Brotoseno memutuskan bersalah dengan sanksi berupa permintaan ma’af dan demosi. AKBP Brotoseno menerima putusan ini dan tidak melakukan upaya hukum atas putusan komisi etik ini karena tentunya menguntungkan dirinya.

Hal ini akan berbeda dalam hal AKBP Brotoseno diberhentikan menjadi anggota Polri yang tentunya akan melakukan upaya hukum banding bahkan mengajukan gugatan ke PTUN atas Keputuan penghentian menjadi anggota Polri.

Langkah Kapolri Jenderal Listiyo Sigit Prabowo6 terkait peninjauan kembali terhadap keputusan AKBP Brotoseno sebagaimana dinyatakan Kapolri sebagai berikut.

"Ada ruang bagi dirinya sebagai pemimpin institusi Polri untuk meminta adanya peninjauan kembali terhadap keputusan AKBP Brotoseno,” ungkap Dr. Alpi.

Baca juga :  Dapat Laporan di Wilayahnya Telah Terjadi Pembegalan, AKP Ismail : Kami Akan Lakukan Patroli di Sekitar TKP

Pembentukan hukum baru berupa peninjauan kembali yang selanjutnya diterapkan untuk AKBP Brotoseno dikhawatirkan melanggar hukum karena pada saat AKBP Brotoseno diputus didasarkan pada aturan hukum yang berlaku pada saat itu, di dalam hukum pidana misalnya mengenal asas legalitas (nullum delictum, nulla poena sine praevia legi poenali).

Mengutip pendapat Montesquieu dan Rousseau yang menuntut agar kekuasaan raja dibatasi dengan undang-undang tertulis. Putusan Komisi Etik terhadap AKBP Brotoseno berada dalam tatanan faktuelestrafrechtwissenschaft sedangkan norma hukum baru berupa peninjauan kembali berada dalam tatanan normativestrafrechtwissenschaft. Disamping itu, pemberlakuan hukum baru melalui peninjauan kembali terhadap putusan etik AKBP Brotoseno berpotensi melanggar hak asasi manusia sebagaimana dimaksud dalam landasan konstitusi (UUD 1945) yakni hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun (Pasal 28 I ayat 1 UUD 1945).

Hal ini juga diatur dalam UU RI No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Di dalam hukum pidana berkaitan dengan “asas no retroaktif” termuat dalam Pasal 1 ayat (1) kUHP yang berbunyi “Tiada suatu perbuatan boleh dihukum, melainkan atas kekuatan ketentuan pidana dalam undang-undang yang ada terdahulu daripada perbuatan itu”.

Pemberlakuan surut diizinkan jika sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1 ayat (2) KUHP yang menyebutkan bahwa “Bilamana ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah perbuatan itu dilakukan, maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkan”.

Terkait dengan Putusan Komisi Etik terhadap AKBP Brotoseno yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap sebaiknya Kapolri Jenderal Listiyo Sigit Prabowo memahami harmonisasi rechtmatigheid beginsel dan doelmatigheid beginsel menuju tujuan utama kebenaran materiil sesuai teori spannungverhaltis yakni variabel penjelasan Pasal 55 paragraf 3 dari UU PTUN bersifat “fiktif negatif” bukan menerapkan norma hukum baru berupa peninjauan kembali yang selanjutnya diterapkan dalam putusan komisi etik terhadap AKBP Brotoseno yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht). (*)

Baca juga :  Ramalan Zodiak Hari Ini 3 Januari 2025: Capricorn, Aquarius, Pisces, dan Aries

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Artikel Terkait

Aliyah Mustika Ilham: UMKM dan Ekraf Penggerak Utama Perekonomian Daerah

PEDOMAN RAKYAT, MAKASSAR - Wakil Wali Kota Makassar, Aliyah Mustika Ilham, baru-baru ini menghadiri pameran Ekonomi Kreatif dan...

Keadilan Datang, Ishak Hamsah Menang Lawan Polrestabes dan Kejaksaan

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR – Penantian panjang lima tahun akhirnya berbuah manis bagi Ishak Hamsah, cucu dari Soeltan bin Soemang....

Calon Rektor Unhas Periode 2026-2030: Prof. Iqbal Djawad Siap Memimpin

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR - Prof. Ir. Muhammad Iqbal Djawad, (tautan tidak tersedia), Ph.D., resmi mendaftar sebagai bakal calon Rektor...

Koramil 1408-10/Panakkukang-Manggala Gelar Karya Bakti Penanaman Pohon Bersama Masyarakat

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR – Koramil 1408-10/Panakkukang-Manggala menggelar kegiatan Karya Bakti Penanaman Pohon bersama masyarakat di Jalan Moha Lasuloro, Kelurahan...