PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR - Sistem politik kita sudah salah arah dan ini berbahaya. Sistem politik akan mengancam sistem pemerintahan, sebab dalam kenyataannya politik itu sendiri yang mengganggu dan merusak tatanan berpemerintahan. Inilah yang akan merusak tatanan pemerintahan yang akan datang.
“Saya menilai ini bukan demokrasi, melainkan dekorasi politik. Pemerintahan menjadi pelengkap penderita dari sistem politik,” ujar Arqam Azikin pada acara Diseminasi trilogi karya Abdul Madjid Sallatu (AMS) di Hotel dan Convention Centre Unhas Kampus Tamalanrea, Senin (13/06/2022).
Diseminasi trilogi karya AMS ini mengutip ucapan Rektor Unhas Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, M.Sc dalam sambutannya, mencakup judul-judul “Sehimpun Esai, Sosok & Kiprah” (393 halaman) berisi testimoni para sahabat, “Melintas dalam Pikiran” (kumpulan sejumlah tulisan, 298 halaman), dan “Diktat Penuturan Immangngunjungi Daeng Mange Karaeng Sidendre” (160 halaman).
“Saya cemburu karena AMS pada usia lansia masih produktif menulis buku,” kata Prof. Jamaluddin Jompa.
Jika sistem ini tidak diubah dengan model baru, kata Arqam Azikin yang pakar politik ini, yakni komparasi Orde Baru dengan sistem yang terjadi saat ini. Sebab ketika Orde Baru, kita tidak pernah memilih bupati, gubernur hingga presiden. Pemilu pertama tahun 1955 dan pemilihan presiden pertama tahun 2005. Pertanyaan kita, apakah demokrasi kita mundur atau bagaimana ?
Kalau ini tidak diubah, maka kita akan terus melihat dan tidak dapat dibohongi, pilkada akan melahirkan kepala daerah yang mengancam kepala dinas, camat, lurah, dan sebagainya. Mereka ini tidak disuruh jadi tim sukses juga bingung karena terancam oleh sistem politik yang seperti itu. Meskipun terjadi secara senyap, kita tidak dapat memungkiri jika para camat dan lurah pun dikerahkan mencari suara. Ini jelas-jelas merusak sistem politik.
Menurut Arqam Azikin, dalam karya-karyanya, AMS seakan-akan menasihati kita. Soal kesejahteraan bukan hanya soal teknis dan materima ekonomi, bukan soal keterampilan dalam akuntansi dan soal digitalisasi segala hal yang berkaitan dengan transaksi ekonomi, melainkan persoalan ekonomi kita berkaitan dengan sesuatu yang lebih mendasar, yakni soal “perspektif”. Ini bukan soal teori-teori apa yang kita gunakan dalam menganalisis data dan menjelaskan peristiwa, melainkan juga soal keberpihakan dan komitmen terhadap seperangkat nilai-nilai tertentu.
Salah satu gagasan AMS yang menarik bagi Arqam adalah tentang perlunya menegakkan kedaulatan para petani kecil dan buruh tani. Tidak dapat dipungkiri, para petani kecil dan buruh tani masih dalam taraf yang subsistem (bagian dari suatu sistem).
“Mereka dalam temuan survei sosial ekonomi nasional (Susenas), termasuk 40% warga negara dengan pendapatan terendah. Kita sering mengklaim diri sebagai negara berbasis agraris, namun para pelaku utama di sektor tersebut tak kunjung baik penghidupannya,” kata doktor ilmu hukum pemerintahan lulusan Unhas yang tampil sebagai pembicara pertama dalam acara yang dipandu AS Kambi dari Tribun Timur ini.
Tampil sebagai pembicara kedua, Sawedi Muhammad menilai terdapat beberapa keunikan pemikiran AMS mengenai pembangunan di Indonesia yang dapat menjadi pembelajaran sangat berharga apabila menempatkan kesejahteraan rakyat sebagai tujuan akhir.
“Pertama, pertumbuhan ekonomi adalah kunci untuk peningkatan kesejahteraan rakyat, tetapi pertumbuhan yang inklusif dengan mengakomodasi apa yang disebutnya sebagai ‘the the foundation of social structure” (pondasi struktur sosial). Pertumbuhan ekonomi hendaknya tidak bersifat simplistik (memudahkan) dan deteministik berupa capaian angka-angka yang hanya dijadikan atribut oleh sekelompok kelas menengah saja, tetapi harus memiliki efek ‘trickle down’ (perlahan-lahan ke bawah), sehingga masyarakat di akar rumput dapat merasakannya dalam bentuk peningkatan kesejahteraan,” kata Sawedi.
Kedua, kata mantan pejabat di PT Inco (kini PT Vale) tersebut, upaya mendaras (proses cara, pengajian) paradigma pertumbuhan ekonomi harus terus menerus dilakukan agar segenap capaian pembangunan selama beberapa dekade terakhir yang diklaim oleh Bank Dunia sebagai salah satu ‘succes story of economic growth’ (kisah sukses pertumbuhan ekonomi) mendapat tempat yang proposional.
Ketiga, dalam pembangunan ekonomi, dimensi sosial harus menjadi salah satu perhatian utama. AMS, kata Sawedi, mengungkap salah satu capaian strategis dari keterlibatannya di berbagai kegiatan ekstra kampus, yaitu modul yang disebut dengan ‘paricipatory local sosial development’ – PLSD - (pembangunan dengan keterlibatan masyarakat lokal). PLSD ini sangat sejalan dengan pondasi struktur sosial, konsep yang sangat dekat dengan kajian ilmu ekonomi, yakni bahasan mengenai sembilan elemen rumah tangga yang terkait secara kompleks.
“Keempat, Kak AMS secara konsisten menyampaikan pikirannya mengenai pentingnya aspek keunikan lokal dalam bentuk ‘leadership’ (kepemimpinan) sumber daya manusia dan sumber daya alam, bahkan lokasi geografis dalam pembangunan daerah,” ujar Sawedi sebelum Idham Chalid dari Unismuh Makassar tampil sebagai pembicara ketiga.
Rektor Unhas periode 1989-1993 &1993-1997, Prof. Dr. H. Basri Hasanuddin, MA menilai, sosok AMS telah menghiasi perjalanan hidupnya yang warna-warni dan telah berbuat bagi bangsa dan negaranya dengan penuh makna.
Taslim Arifin yang termasuk trio dengan AMS dan Tadjuddin Parenta, menyebutkan, ketika mahasiswa, AMS memiliki kelompok sahabat yang beraneka dengan kecenderungan karakter yang berbeda. Dia sanggup bergaul akrab dengan mahasiswa dan cenderung dominan pengaruhnya. Mulai dari ‘kutu buku’ sampai kepada kelompok mahasiswa yang senang balapan di Pantai Losari.
“AMS bersahabat dengan berbagai kelompok pemikiran, cenderung tidak partisan. Pemikiran AMS memilih merdeka dari berbagai anasir yang sektarian. Dia juga lebih tertarik pada organisasi intra-universiter sejalan dengan kecenderungannya yang tidak sektarian, terpola, atau tergolong,” ujar mantan Ketua Dewan Mahasiswa Unhas ini.
“Ada yang unik dari kami bertiga hingga saat ini. Waktu masih kuliah, pernah seorang pejabat Unhas memberi tahu kepada teman-teman lain, jika Pak Madjid, Taslim, dan saya berselisih paham jangan ikut campur. Sebab, mereka bertiga itu akan rujuk kembali dalam waktu singkat. Seperti kata pepatah ‘air bertemu air dan sampah akan menepi’. Ujung-ujungnya yang ikut campur jadi bermasalah bagi mereka bertiga,” imbuh Tadjuddin Parenta yang menjadi salah seorang trio AMS.
Tadjuddin Parenta menilai, AMS termasuk sosok yang unik karena beberapa alasan. Pertama, teguh memegang nilai-nilai kekeluargaan. Kedua, kesetiakawanan. Ketiga, sejak mahasiswa, tekun dan setia pada organisasi tempat dia berkiprah. Keempat, walaupun dia sering terlibat dalam tugas atau kegiatan nonperguruan tinggi, tetapi ia tetap konsisten berjalan di atas rel keilmuan sebagai seorang ekonom yang ditunjang oleh pengalaman organisasi kemahasiswaan, terutama sebagai Wakil Ketua Dewan Mahasiswa Unhas di era Tadjuddin Nur Said (1975-1977).
Ikut memberikan sambutan pada acara ini, Pimpinan Wilayah Bank Mandiri Makassar, Muhammad Asshidiq dan beberapa pemberi komentar pada acara diseminasi ini meliputi, A. Husni Tanra, H. M. Roem, KS Dalle (anggota DPRD Sulsel), M. Saleh Ali, Darmawan Salman, M. Dahlan Abubakar, Mulawarman, dan Asmin Amin yang juga menutup komentarnya dengan seuntai puisi,
Abdul Madjid Sallatu dilahirkan di Sengkang 13 Juni 1948, sehingga acara diseminasi buku tersebut sekaligus dirangkaikan dengan hari ulang tahun ke-74. Dia menamatkan pendidikan S-1 di Fakultas Ekonomi Unhas (1978) dan ‘School of Economics University of the Phillipines’ (1982). Aktif di Senat Mahasiswa FE Unhas (1972 s/d 1974) dan terpilih sebagai Wakil Ketua Umum Dewan Mahasiswa Unhas (1975-1977). Pernah aktif di organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Keluarga Mahasiswa dan Alumni Penerima Beasiswa Supersepar (KMA PBS) Unhas, Keluarga Alumni HMI (KAHMI) dan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI).
AMS pernah menjabat Pembantu Dekan III FE Unhas (1983-1989), Wakil Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sulsel dan Wakil Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD) 1990-1998), dan mengikuti pendidikan reguler Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) Kursus Reguler Angkatan (KRA)XXXI-1998. Saat kembali ke kampus, AMS dipercaya memimpin Pusat Studi Kebijakan dan Manajemen Pembangunan (PSKMP) Unhas (1999-2006).
“Semua acara, termasuk permintaan testimoni pada 77 narasumber digagas oleh Gego. Saya tahu ‘operasi senyap’ Gego, ketika ada pemberi testimoni yang menelepon saya mengenai tulisannya,” kata AMS tentang anaknya yang bernama asli M. Ashary Sallatu yang pada saat acara diseminasi buku tidak hadir karena sedang berada di Negeri Belanda melanjutkan pendidikan. (MDA)