Oleh :H Hasaruddin, Guru Besar UIN Alauddin Makassar
Manusia senantiasa berandai-andai tentang sesuatu yang belum diraih dan dicapainya. Tulisan kali ini, mengajak kita sejenak berandai andai, jika saja kita diberi kepercayaan sebagai pemimpin sebuah komunitas/ masyarakat.
Seandainya di antara kita diberi kepercayaan sebagai seorang pemimpin, mampukah kita mengajak komunitas yang kita pimpin untuk menghadap sekali saja dalam sehari semalam?
Seorang rakyat jelata, belum tentu selama hidupnya bisa bertemu dengan seorang penguasa. Jika keinginannya untuk bertemu penguasa sangat mendesak, seorang rakyat jelata harus mengajukan permohonan, biasanya sebuah permohonan diajukan beberapa kali melalui jalur protokoler yang cukup ketat.
Jika permohonan untuk bertemu disepakati, maka si penguasa menetapkan waktu, tempat, dan batas waktu yang disediakan serta pokok pembicaraan yang akan diajukan.
Tapi seorang manusia yang ingin menemui Allah SWT lima kali sehari semalam, tidak dibutuhkan pengajuan surat untuk bertemu, dan tanpa pembatasan durasi waktu untuk mengadukan kegaduhan yang dirasakan.
Allah SWT senantiasa membuka pintu bagi seorang hamba yang ingin menemui-Nya, Allah SWT tidak pernah merasa bosan, justru manusialah yang kadang merasa bosan untuk menemui-Nya.
Seorang hamba yang dekat kepada Allah SWT akan rajin menunaikan salat. Mereka dimuliakan oleh Allah SWT dan senantiasa berada dalam keharibaan-Nya.
Seorang saleh pernah berkata, “Aku cukup mulia sebagai seorang hamba Allah SWT. Aku diterimanya tanpa terlebih dahulu menerima ketetapan waktu dari-Nya. Allah SWT Maha Mulia, dan aku dapat menemui-Nya kapan dan di mana saja aku suka.”
Sesuatu yang cukup mengherankan adalah bahwa dalam urusan antara Allah SWT dengan makhluk-Nya, manusia, batas waktu pertemuan diserahkan kepada manusia. Sedangkan dalam pertemuan seorang manusia dengan penguasa, yang juga manusia, biasanya penguasalah yang menentukan batas waktu berakhirnya suatu pertemuan. Allah A'lam. ***
Tana Toa, 26 Juni 2022