PEDOMANRAKYAT, SURABAYA -- Majelis Pendidikan Tinggi, Penelitian dan Penegmbangan (Diktilitbang) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, menetapkan Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar sebagai pemenang Peringkat I Standar Kampus Islami, sedangkan Peringkat II ditempati Universitas Muhammadiya (UM) Tangerang, dan Peringkat III Universitas Muhammadiyah (UM) Jambi.
Pengumuman tersebut disampaikan dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Al-Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK) Perguruan Tinggi Muhammadiyah ‘Aisyiyah (PTMA). Kegiatan digelar di Bumi Surabaya City Resort, Surabaya, Senin-Rabu, 4-6 Juli 2022.
Acara diikuti 210 Peserta dari 85 PTMA se-Indonesia, yang terdiri atas Badan Pembina Harian (BPH), Rektor, Wakil Rektor Bidang AIK, dan Ketua Lembaga AIK se-Indonesia.
Dalam Rakornas ini, Unismuh Makassar mengutus Ketua Badan Pembina Harian (BPH), Prof. Gagaring Pagalung, Wakil Rektor IV, KH. Mawardi Pewangi, MPdI, LP3AIK, Dr. Nurdin Mappa, dan Dr. Ferdinan, serta Kepala Pengelola Pesmadina Unismuh, Sitti Chaerani Djaya MPd.
Sekretaris PP Muhammadiyah, Dr. Agung Danarto, pada acara pembukaan mengatakan, Mata Kuliah Al-Islam dan Kemuhammadiyah (AIK) di perguruan tinggi Muhammadiyah da Aisyiyah (PTMA) harus mampu menjadi pondasi bagi paham keagamaan dan pengembangan ilmu pengetahuan.
“Baik itu pengembangan bidang ilmu sosial, eksakta, terapan maupun profesi harus mengacu pada nilai-nilai AIK,” ungkapnya.
Agung Danarto juga mengatakan, untuk mendukung gerakan ini maka unit terkait di PTMA, terutama wakil rektor yang membidangi AIK serta tim AIK, harus mampu mengerahkan segenap upayanya dalam menyiapkan pembinaan AIK di perguruan tinggi masing-masing.
Dalam pembinaan AIK, lanjut Agung Danarto, perlu dirumuskan penguatan nilai-nilai substansial dari ajaran agama, termasuk mahasiswa harus dapat bergaul dengan masyarakat agar PTMA di seluruh Indonesia bisa menjadi tulang punggung bagi gerakan persyarikatan.
Agung Danarto juga meminta kepada pimpinan PTMA seluruh Indonesia agar dosen AIK perlu diikutkan kegiatan diklat dan mengajarkannya ke mahasiswa.
“Untuk pembelajaran AIK, mahasiswa harus menjadi subjek perubahan. Jika mata kuliah AIK terlalu banyak doktrinnya, maka akan sulit membawa kemajuan. Perlu diramu mata kuliah yang dapat membentuk insan yang bertauhid, berkarakter, tapi berpaham yang luas dan tidak sempit,” ujar Agung.
Jika ada paham yang berbeda di Muhammadiyah, kata Agung, kita tidak boleh mengklaim sesat, tapi menjelaskannya secara substansial, bukan menyebut sesat secara vulgar.
Harapan Majelis Diktilitbang
Ketua Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah, Prof. Lincolin Arsyad, menganjurkan seluruh PTMA dapat mengajarkan AIK dengan menggunakan metode yang seragam, kecuali pada daerah yang kampusnya non-muslim perlu penyesuaian.
“Dalam pengajaran AIK, yang dipikirkan tentu model seperti apa yang tepat untuk mereka. Jangan sampa AIK tidak sesuai dengan kehidupan kita di Indonesia,” ujar Lincolin.
Tim AIK, katanya, diharapkan dapat mengevaluasi modul yang ada. Banyak tim AIK hanya diambil dari tokoh Muhammadiyah tapi tidak mengacu dengan buku yang disiapkan.
“Pendidikan AIK di PTMA harus disesuaikan dengan perkembangan zaman, karena AIK merupakan keunikan sekaligus menjadi keunggulan Muhammadiyah dibandingkan dengan perguruan tinggi umum,” kata Lincolin. (win)