Memupuk Sinergitas Polri dan Media Bagaikan Dua Sisi Mata Uang

Tanggal:

Follow Pedomanrakyat.co.id untuk mendapatkan informasi terkini.

Klik WhatsApp Channel  |  Google News

Di kalangan wartawan dikenal ada istilah memiliki “hidung yang panjang” dan mempunyai nose for news. (mencium berita). Maksudnya, peka dan sensitif terhadap apa yang akan terjadi dan mungkin terjadi serta di tempat mana terdapat sumber berita. Sifat dari kemampuan ini juga menempatkan wartawan identik dengan seorang polisi.

Obsesi Listyo Sigit Prabowo yang dilantik sebagai Kapolri 27 Januari 2019 menggantikan Jenderal Polisi Idham Azis memang memerlukan waktu. Setiap kita memperingati Hari Bhayangkara, maka yang ada di benak publik adalah munculnya seorang anggota Bhayangkara yang dekat dengan masyarakat dan humanis. Jika merujuk pada obsersi ini seperti didambakan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, maka kita akan teringat pada seorang sosok Jenderal (Purn) Polisi Hoegeng Iman Santoso. Kapolri kelima RI yang wafat pada 14 Juli 2004 ini. Dia memiliki integritas dan karakter yang teguh untuk menjaga muruwah Polri dan Indonesia. Ia dikenal jujur, teguh dalam prinsip dan sederhana. Saya kira komunitas polisi mengidolakannya.

Menarik juga apa yang dikemukakan oleh Sir Robert Mark, pria kelahiran Manchester, Inggris Raya 13 Maret 2017, dan pernah menjabat Komisioner Polisi Metropolitan London, (1972-1977) mengatakan, pada era modern senjata polisi bukan lagi ‘water canon’, gas air mata atau pun peluru karet, melainkan simpati dari masyarakat.

“Terciptanya simpati masyarakat ini hanya bisa diraih dari keberadaan polisi yang humanis di berbagai lini kehidupan sosial masyarakat,” kata Sir Robert Mark yang meninggal dunia dalam usia 93 tahun dan pernah memperoleh penghargaan ‘Queens Police Medal” tersebut.

Hanya saja di lapangan, polisi juga dihadapkan pada buah simalakamma. Dalam bertugas mengatur situasi dan kondisi, semisal mengawal unjuk rasa, mereka selalu menjadi objek anarkisme para pengunjuk rasa. Terkadang pengunjuk rasa sudah mempersiapkan “amunisi perang” seperti batu, bahkan anak panah dan busur untuk menghadapi polisi. Mereka tidak pernah mencoba berempati, bagaimana rasanya jika menjadi polisi. Dan ironisnya, mereka yang anarkis seperti ini bukan anak-anak kemarin.

Baca juga :  Catatan dari Seminar Nasional FH Unhas: (4). Ingat, Ujung Jari Anda Tentukan Nasib Bangsa Ini

“Sejak dulu Polri berusaha mengembangkan paradigma baru yang berorientasi kepada pemecahan masalah-masalah masyarakat (problem solver oriented), dengan berbasis pada potensi-potensi sumber daya lokal dan kedekatan dengan masyarakat yang lebih manusiawi (humanistic approach),” ujar Listyo Sigit Prabowo dalam pemberitaan media.

Menyimak kesamaan tugas antara Polisi dan Wartawan tersebut, maka sinergitas merupakan sesuatu keniscayaan dan kemutlakan bagi kedua komunitas ini. Wartawan memerlukan polisi dan polisi memerlukan wafrtawan untuk saling “sharing” informasi yang sama-sama diperlukan. Wartawan memerlukan informasi untuk kepentingan pelayanan hak tahu (right to know) publik dalam bentuk pemberitaan. Sementara polisi memerlukan informasi untuk membangun kelengkapan data yang akurat mengenai suatu kasus dalam penegakan hukum.

Muara dari dua tugas dan profesi ini sama, yakni terciptanya masyarakat yang aman dan damai. Wartawan menciptakan masyarakat yang damai karena informasi yang diberitakan. Sementara polisi menciptakan kedamaian melalui penegakan hukum demi terciptanya keamanan dan ketertiban masyarakat. Dalam situasi dan kondisi tugas seperti itu, maka sinergitas Polisi dan Wartawan bagaikan dua sisi mata uang. Dari sinergitas ini akan mampu dihasilkan dan adanya peningkatan kualitas pemberitaan media karena informasi yang diperoleh sudah A-1 (tidak diragukan). Ini sangat penting terwujud di tengah banyak berita bohong (hoax) di media sosial yang selalu menyesatkan masyarakat.

Begitulah pada setiap Hari Bhayangkara kita selalu mengimpikan hadirnya polisi yang dekat dengan rakyat dan humanis. Polisi sejatinya harus dicintai dan disayangi rakyat, karena mereka dari, oleh, dan untuk rakyat. Hanya saja Polisi terkadang seperti terjepit pada fenomena realitas sosial kemasyarakatan. Terkadang dibenci jika dianggap berbuat kurang pantas. Namun dirindukan saat sangat dibutuhkan. Ya, dibenci dan dirindukan ! (*)

1
2
TAMPILKAN SEMUA

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Artikel Terkait

Sekda Sinjai Dorong Pemuda Jadi Wirausaha Mandiri

PEDOMANRAKYAT, SINJAI -- Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kabupaten Sinjai menggelar sosialisasi wirausaha pemula di Rumah Makan Wiring...

Prof. Dr. Tasmin Tangngareng, M.Ag. Hadis Nabi Justru Digunakan Menjustifikasi Kekerasan Simbolik

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR - Dosen Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Alauddin Makassar Prof.Dr. Tasmin Tangngareng, M.Ag mengatakan, di tengah...

Meriah Gerak Jalan Cilik se-Kecamatan Lilirilau 

PEDOMANRAKYAT ,SOPPENG – Masih dalam suasana perayaan HUT ke 80 Kemerdekaan RI , panitia menggelar kegiatan gerak jalan...

Polsek Marioriwawo dan Marioriawa Gelar Patroli Blue Light 

PEDOMANRAKYAT ,SOPPENG – Masih dalam suasana pasca peringatan HUT ke 80 Kemerdekaan RI ,yang tetap berlanjut dengan sejumlah...