Di sisi lain, katanya, peserta Asuransi Jiwasraya itu, ada dua yaitu secara individu sebagai peserta asuransi, dan secara corporate yang mengasuransikan karyawannya, seperti karyawan dalam perusahaan asuransi jiwa itu sendiri dan stafnya, karyawannya BUMN, serta BUMD, termasuk di Sulawesi Selatan. Bahkan termasuk Bank Sulselbar.
Dipaparkan lanjut, saat itu, PT. Jiwasraya memiliki banyak dana melalui kerjasama dengan perusahaan-perusahaan dalam bentuk investasi, dengan pinjaman bunga yang tinggi.
“Jadi uangnya PT Jiwasraya karena banyak, maka mengajak perusahaan lain berinvestasi dananya di sana, dengan alasan untuk menambah uang. Ternyata, ini terjadi persengkokolan-persengkokolan menggunakan uang PT. Jiwasraya kepada sejumlah perusahaan, dan perusahaan ini entah siapa?,” tegasnya.
Jadi, kami melihat, kata Ajiep, secara sistimik untuk mematikan PT Jiwasraya. Dan bila dimatikan, maka dana yang ada selama ini akan hilang jejak. Terbukti, sesuai analisis berdasarkan fakta-fakta yang telah diolah, ternyata dalam rangka menyehatkan PT Asuransi Jiwasraya, maka dilebur dalam satu BUMN besar yaitu PT Bahana. PT Bahana membentuk lagi IFG life. Jadi seluruh nasabah PT Jiwasraya direstrukturisasi ke IFG life.
Dengan dasar ini, kemudian pemerintah, tahun 2021, menambah dana dalam bentuk penyertaan modal ke PT Bahana, yang diteruskan ke IFG life sebesar Rp20 triliun. Pertanyaannya, kenapa dana itu tidak ke PT Jiwasraya saja. Ditambah dengan aset PT Jiwasraya, sebenarnya permasalahan keuangan itu bisa diselesaikan oleh PT Jiwasraya itu sendiri?.
“Yang perlu dicatat, selain masalah nasabah, masalah lain adalah adanya ribuan karyawan PT Asuransi Jiwasraya yang tidak lagi bekerja. Sebenarnya mereka diberi peluang untuk bekerja di IFG life tapi dengan proses seleksi. Hampir pasti mereka itu susah untuk diterima,” katanya.
Setelah terbentuknya PT IFG life, maka Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan perintah agar merestorisasi para pemegang polis PT Jiwasraya ke PT IFG life, namun terjadi penggerusan dana nasabah sebesar 40 persen. Dengan alasan, nasabah ikut menanggung permasalah yang terjadi di PT Jiwasraya.
“Kenapa nasabah yang dijadikan korban lagi?. Selain itu, setelah di restrukturisasi, nasabah tidak langsung menerima manfaat dari polisnya waktu itu. Adapun cara lain untuk menghindari pengurangan 40 persen, yakni sistem utang piutang, tapi ini pun belum terbayarkan. Yang jelas, masih banyak kaitan masalah lainnya. Di sini, total nasabah itu 3,5juta orang,” ungkapnya.
Ajiep mengatakan, pansus ini masih berjalan dengan agenda ke depan adalah rapat kerja dengan Kementerian BUMN, OJK, dan Kementerian Keuangan.
“Kami targetkan, kegiatan pansus ini akan berakhir di bulan Oktober, bersamaan dengan berakhirnya masa sidang, outpunya nanti adalah kami akan dialog dan mengkonsultasikan dengan Mahkamah Agung. Untuk mendukung Mahkamah Agung melanjutkan dan mengembangkan penyelidikan dan penyidikan. Kami juga akan konsultasikan dengan kepolisian agar memberikan dukungan. Dan kesimpulan BPK mengatakan, pemerintah tidak melaksanakn rekomendasi BPK secara baik. Sasaran utama pansus ini adalah terselamatkan dana nasabah tanpa pemotongan 40 persen dan memperoleh manfaat polisnya sesuai mekanisme yang ada dalam asuransi. Demikian pula bagi nasabah yang menjalankan sistem utang piutang, harus terbayarkan. (rk)