Oleh : H Hasaruddin, Guru Besar UIN Alauddin Makassar
Saudaraku yang miskin, jika kalian hanya tahu bahwa kemiskinan yang menyebabkan seseorang menderita adalah berbagai hal yang menjelaskan pengetahuan tentang keadilan dan pemahaman tentang kehidupan, maka seseorang merasa puas dengan pemilikan sebidang tanah.
Dikatakan pengetahuan tentang keadilan, dikarenakan orang kaya terlalu sibuk menumpuk kekayaan. Adapun pemahaman tentang kehidupan, dikarenakan orang kuat terlalu bernafsu untuk mengejar kekuasaan dan kehormatan daripada mengikuti kebenaran.
Berbahagialah bagi mereka yang miskin, karena mereka adalah mulut keadilan dan kitab kehidupan. Jika mereka mampu melihat penderitaan yang dialami, bagi mereka yang menderita, ketahuilah, sesungguhnya kemalangan yang telah mengalahkan mereka dalam kehidupan adalah berbagai kekuatan yang menerangkan hati dan jiwa mereka dari lubang kehinaan menuju singgasana penghormatan, mereka merasa puas dengan apa yang mereka miliki.
Kehidupan merupakan belenggu yang dibuat dari berbagai mata rantai. Kesedihan adalah sebuah mata rantai emas di antara ketundukan kepada masa kini dan harapan yang dijanjikan di masa depan.
Kemiskinan memasang kemuliaan roh, sementara kekayaan menyingkapkan kejahatannya. Kesedihan melembutkan perasaan, dan kesenangan menyembuhkan hati yang luka. Bila kesedihan dan kemiskinan tiada, roh manusia akan menjadi seperti sebuah catatan kosong, tanpa simpanan yang melukiskan tanda- tanda egoisme dan keserakahan.
Ketuhanan adalah diri manusia yang sesungguhnya. Ia tidak bisa dijual dengan emas, atau tidak dapat ditimbun seperti kekayaan dari dunia sekarang. Orang kaya telah membuang sifat ketuhanannya, dan menggengam emasnya erat- erat. Anak-anak muda sekarang telah mengabaikan sifat Ketuhanan mereka dan mengejar kesenangan pribadi.
Bagi mereka yang miskin, waktu yang telah dihabiskan bersama keluarga, setelah bekerja seharian merupakan sesuatu tang sangat didambakan oleh setiap manusia, hal tersebut merupakan tanda kebahagiaan yang akan menjadi bidang tanah bagi seluruh generasi mendatang. Namun kehidupan yang orang kaya habiskan untuk menimbun emas sebenarnya bagaikan kehidupan cacing dalam lubangnya, hal ini merupakan indikasi dari rasa takut yang dimilikinya.
Kekuatan yang telah dihabiskan oleh seseorang untuk mengumpulkan kekayaan, akan segera sirna bersama waktu, kareba segala sesuatu akan kembali pada asalnya, sesuai hukum alam. Sementara kesedihan yang dipikul oleh seseorang, menjadi kegembiraan di hadapan Tuhannya, dengan kebaikan yang telah dilakukannta. Generasi mendatang akan mempelajari kesedihan dan kemiskinan sebagai sebuah pelajaran tentang cinta dan persamaan. Allah A'lam. ***
Makassar, 14 Agustus 2022