PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR — Pemerintah Kota Makassar disarankan melakukan transformasi implementasi kebijakan penanggulangan kemiskinan dengan mengubah birokrat / aparat tingkat bawah yang semula dilaksanakan oleh Kelurahan, Rukun Tetangga (RT) / Rukun Warga (RW), kemudian membentuk Tim Penanggulangan Kemiskinan (TPK) dan Tim Evaluasi Penanggulangan Kemiskinan (TEPK).
Saran tersebut dikemukakan Dosen Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu-ilmu Sosial dan Politik (Fisip), Universitas Pancasakti (Unpacti) Makasar, Dr Anirwan, dalam disertasinya pada saat ujian promosi doktoral (S3) Prodi Ilmu Administrasi Publik, Program Pascasarjana, Fisip, Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Senin, 15 Agustus 2022.
Anirwan juga menyarankan Dinas Sosial Kota Makassar melakukan pembinaan dan pelatihan bagi masyarakat miskin untuk mengubah mindset dan peningkatan kualitas hidup masyarakat miskin, sehingga masyarakat miskin tidak menggantungkan hidupnya dari bantuan yang diberikan pemerintah.
“Kami juga menyarankan agar Dinas Sosial Kota Makassar membangun koordinasi yang efektif pada level atas dan level bawah, serta penguatan koordinasi dengan instansi pelaksana kebijakan terkait penggunaan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS),” kata Anirwan.
Pendiri Perkumpulan Intelektual Madani Indonesia juga menyarankan Bappeda Kota Makassar selaku leading sektor koordinasi penanggulangan kemiskinan dengan instansi terkait melakukan perubahan pola koordinasi kelembagaan untuk mendorong peningkatan penajaman pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan di Kota Makassar.
Tidak Tepat Sasaran
Saran tersebut ia sampaikan karena ia menemukan fakta dan data bahwa persentase kemiskinan di Kota Makassar dalam delapan tahun terakhir, yakni tahun 2013 sampai dengan tahun 2020, yaitu berkisar 4 persen lebih per tahunnya dari total jumlah penduduk Kota Makassar.
Terkait kebijakan penanggulangan kemiskinan di Kota Makassar, dari hasil penelitiannya, Anirwan menyimpulkan, komitmen dan koordinasi lembaga pelaksana kebijakan belum efektif.
“Hal ini dibuktikan dengan pendataan masyarakat miskin belum terakomodir secara keseluruhan, sehingga tidak ada keseragaman penggunaan data kemiskinan oleh lembaga pelaksana kebijakan terkait,” kata pria kelahiran Gilireng, Wajo, 10 Maret 1981.